![]() |
(Jangan heran kenapa tulisan kuenya gitu, emang abang-abang gua rada-rada orang-orangnya. Btw, shout out to @dpatisserie untuk kuenyah, cek di ig ya guys #promo) |
Hari ini gua genap tambah tua
setahun lagi. Yes! Dalam tulisan kali ini gua pengen share ke kalian sedikit dari rahasia hidup gua hingga menjadi kayak
gini. Kenapa gua mau seberani itu opened
up dengan kalian, ya karena hanya dengan cara kayak gini maka kalian akan
lebih terbantu untuk ngerti apa yang gua rasain dan apa yang akan gua sampein
ke depannya. So, let’s get to it!
Gua akan mulai dari keluarga.
Menjadi anak seorang pendeta yang cukup dikenal orang itu berat. Pasti udah gak
kaget lagi lah ya? Jujur, itu berat. Bukan masalah ekspektasi orang terhadap
diri gua sebagai seorang anak pendeta yang gua maksud di sini sebagai hal yang
memberatkan, bukan, gua hampir gak peduli apa kata orang tentang diri gua
selama dia bukan orang yang peting-penting banget dalam hidup gua. Yang gua maksud berat di sini adalah ketika
bokap lo sendiri Tuhan pilih jadi alatNya untuk kerjain misi-misi muliaNya yang
gak kenal batasan ruang ataupun waktu. Gua inget masa kecil gua dulu cuma punya
nyokap yang stand by ngejagain gua
dan abang-abang gua di Indonesia ketika bokap sibuk sekolah teologi di negeri
orang dalam waktu yang sangat-sangat lama, ketemu bokap kalo ngga salah cuma
setahun sekali, sisanya telfonan aja. Setelah bokap lulus dari sekolah
teologinya, gua pikir dia ke depannya akan lebih “ada” buat keluarga, ternyata
dugaan gua salah. Mungkin bokap kini berdiri di satu pulau yang sama dengan
gua, tidur di satu atap yang sama dengan gua, tapi kesibukannya justru
makin-makin parah karena justru dengan dia balik ke Indonesia jadwal
pelayanannya jadi melejit numpuknya. (Ps: Di sini gua lagi gak meyalahkan
siapapun, karena gua tau menjadi hamba Tuhan itu adalah sebuah privillege yang luar biasa, baik untuk
orang itu sendiri maupun untuk keluarganya, stay
tune untuk postingan ini.) Di sisi lain nyokaplah yang sekarang jadi sosok
yang paling banyak in charge terhadap
gua dan abang-abang gua. Sebagai anak paling kecil dan cewe satu-satunya
pastilah kepribadian gua sedikit banyak ada drama-dramanya, gak terhindarkan
itu. Karena itu sering banget gua butuh tempat untuk dengerin keluhan gua, tangisan
gua, kemarahan gua, atau seneng-senengnya gua, dll. Tapi yang gua perhatiin
nyokap pun juga overload, karena
selain ngurusin kehidupan pribadinya dan urusan-urusan bokap, dia juga harus
dengerin semua curhatan 4 abang-abang gua. Karena itu akhirnya masuk masa-masa
akhir SMA gua mulai ngurangin intensitas “nyampah” ke nyokap dan lebih memendam
sendiri semua uneg-uneg gua. Oke itu baru tentang keluarga.
Gimana dengan temen-temen? Gua
bersyukur dengan sikap gua yang susah bertemen ini (#bangga) gua punya
temen-temen yang setia dan peduli-peduli banget sama gua. Tapi tetep aja,
setiap orang pasti punya kesibukan dan permasalahan hidupnya masing-masing,
makanya sering gua ngehadapin masa-masa di mana temen-temen gua gak available untuk gua curhatin di saat
hati ataupun otak gua lagi mumet banget saat itu.
Trus siapa lagi? Abang-abang gua?
Mmm...I’m afraid relasi antara gua
dan abang-abang gua gak seunyu relasi abang ade yang kalian bayangkan bakal
kayak di film-film. Relasi kita lebih ke relasi seru-seruan aja tapi bukan yang
deep sampe ke ulu hati untuk
curhat-curhatan. Sodara sepupu? Sama, gua bersyukur banget punya sepupu-sepupu
yang cukup deket sama gua, tapi ya balik lagi, mereka punya gejolak hidupnya
masing-masing.
Jadi lah gua merasa....sendiri.
Belum lagi di tengah dunia yang
makin hiruk pikuk dengan teknologi dan media sosial ini efeknya akan sangat
berpotensi untuk semakin menekan kita sampe kita ngerasa kayak serpihan debu
sepatu di tengah keramaian sebuah ruangan diskotik. Merasa kecil, gak berharga,
dan sendiri.
Cukup lama gua merasa kayak gini
dan to be completely honest with you,
pemikiran untuk bunuh diri itu sempat beberapa kali menghampiri gua. Tapi ya
karena pemikiran-pemikiran kayak “masih banyak yang sayang sama gua”, “Tuhan
kasih hidup bukan untuk diakhiri kapan lo mood
untuk nyelesain”, “apa kata orang nanti kalo seorang Risti bunuh diri?”,
“kayaknya gua lagi mau ‘dapet’ doang ini”, dll akhirnya itu pemikiran cuma
muncul doang tapi gak pernah bener-bener ngegerakin gua untuk ngelakuin hal-hal
yang gak bener.
Lalu akhirnya apa yang gua lakuin
di saat-saat kayak gitu?
Ya ini lah untungnya besar di
tengah keluarga yang bener-bener menghidupi firman Tuhan, petuah-petuah rohani
bokap nyokap masuk ke dalam alam bawah sadar gua. Akhirnya walau dengan
setengah hati dan males-malesan, gua coba untuk berdoa. Awalnya gua ngerasa
aneh, curhat sama sosok yang gak bisa lo liat bentuk fisiknya, ataupun denger
suaranya. Tapi kondisi “kesendirian” gua yang gua ceritain di atas itu leave me no choice. Jadi dari yang
awalnya gua ngerasa super awkward gua
terus paksain untuk setidaknya keluarin uneg-uneg gua ke “seseorang” dan orang
itu Tuhan Yesus, melalui doa pribadi gua sampe akhirnya gua ngerasa Dia lah
tempat curhat terbaik gua.
Curhat sama Tuhan Yesus lewat doa
itu – sekalipun awalnya feels awkward – tapi banyak banget keuntungannya. Sambil
ngejabarin satu persatu keuntungannya sebagai percontohan gua akan kutip beberapa
isi doa ataupun kisah doa yang ada di Alkitab. Pertama, lo gak perlu takut ngutarain apa yang ada di benak lo, senegatif
apapun itu isi pikiran lo, kasihNya Dia ke lo gak akan berkurang sedikit pun.
Dengan gitu lo gak perlu ngerasa takut bakal dijudge melalui curhatan lo.
“Tumpahkanlah
amarah-Mu ke atas mereka, dan biarlah murka-Mu yang menyala-nyala menimpa
mereka. Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka
tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!” (Mazmur 69:25&29)
Kedua, ketika curhat sama Tuhan
itu lo bebas ekspresiin apa yang lo
rasain saat itu, lo bisa nangis sejadi-jadinya atau justru senyum-senyum
bahagia sendiri, keluarin sumpah serapah atau bahkan justru sespechless itu sangkin bingungnya ngungkapin
apa yang lo rasain saat itu, dan Tuhan akan tetep ngerti dengan sempurna apa
yang lagi lo rasain dan berusaha untuk lo ungkapin. Gak ada lagi deh miskom.
“Tetapi pemungut
cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit,
melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa
ini.” (Lukas 18:13)
Ketiga, ini yang terpenting.
Curhat sama the most powerful Being in
the whole universe itu gak akan sia-sia. Gak sekedar didengerin, lo pasti juga akan ditolong dengan caraNya
yang unpredictable dan dahsyat.
Semakin gua baca kisah-kisah perjanjian lama, gua makin liat karakter Tuhan
kita yang cukup unik, Dia suka banget ketika kita nunjukin ketidakberdayaan
kita tanpa Dia dan datang dengan kerendahan hati minta pertolongan Dia (dalam
doa). Dapat dipastikan Tuhan akan langsung turun tangan habis itu untuk
menjawab (belum tentu mengabulkan) permohonan kita.
“Maka aku berdoa
kepada Allah semesta langit, kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja
menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, utuslah aku ke Yehuda, ke kota
pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali. Dan raja mengabulkan
permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku.” (Nehemia
2:4,5,&8)
Keempat, kalo pun permasalahan
kita gak langsung solved setelah kita
doain, curhat sama Tuhan itu kalo dari yang gua alamin kerasa banget instant effectnya. Dia bisa banget membangkitkan spirit kita kembali
dengan kasih pemikiran-pemikiran yang positif dan sedikit banyak akan menghibur
kita, atau tiba-tiba ada seseorang atau sesuatu yang Tuhan sengaja sediain
untuk membangkitkan semangat dan pengharapan kita lagi.
“Kemudian ia ingin
mati, katanya: ‘Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab
aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.’ Sesudah itu ia
berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat
menyentuh dia serta berkata kepadanya: ‘Bangunlah, makanlah!’ Ketika ia melihat
sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi
air. Lalu ia makan dan minum,” (1 Raja-raja 19:4-6)
Mengalami relasi yang makin
intens dengan Tuhan di tengah kesepian gua ini justru akhirnya kasih gua sebuah
konfirmasi yang mengubahkan cara pandang gua terhadap kehidupan dan juga dunia
ini. Gua mungkin bisa kehilangan segalanya, orang-orang terkasih gua, harta
benda gua, self value gua, kesehatan
gua, atau apapun itu yang dunia anggap paling penting untuk dimiliki seseorang,
tapi selama gua masih punya Tuhan Yesus hidup gua belom berakhir, gua masih
akan punya unlimited source of power,
best partner, best supporter, anything,
karena Dia lah sumber segala sesuatu. Ketika gua sadar akan hal ini, gua jadi
semakin suka sama lagunya Hillsong yang judulnya Christ Is Enough, kayak gini lirik reffnya:
“Christ is enough for me,
Christ is enough for me,
And everything I need is in You,
Everything I need”
Gua baru ngelewatin setengah atau
bahkan mungkin baru sepertiga dari total seluruh kehidupan gua. Gua bersyukur
banget gua udah dapet kesadaran ini dari sejak sekarang. Karena dengan gitu
apapun yang dunia ini akan lemparkan ke hadapan gua, tantangan apapun itu yang
akan gua hadapi di depan sana, ada atau gak ada rekan di samping gua untuk support gua, gua tau Tuhan Yesus akan
selalu ada bersama gua, ngegandeng tangan gua erat-erat, dan membimbing gua
ngelewatin one by one chapter dalam
hidup gua. Keyakinan ini akhirnya ngegantiin ketakutan gua terhadap masa depan
jadi full excitement, gak sabar
ngelewatin more adventures bersama
Dia, my ultimate best friend and mentor.
Tuhan memberkati~
Comments
Post a Comment