Skip to main content

Alone But Not Lonely (Revelation after 23 years)


(Jangan heran kenapa tulisan kuenya gitu,
emang abang-abang gua rada-rada orang-orangnya.
Btw, shout out to @dpatisserie untuk kuenyah,
cek di ig ya guys #promo)
Hari ini gua genap tambah tua setahun lagi. Yes! Dalam tulisan kali ini gua pengen share ke kalian sedikit dari rahasia hidup gua hingga menjadi kayak gini. Kenapa gua mau seberani itu opened up dengan kalian, ya karena hanya dengan cara kayak gini maka kalian akan lebih terbantu untuk ngerti apa yang gua rasain dan apa yang akan gua sampein ke depannya. So, let’s get to it!

Gua akan mulai dari keluarga. Menjadi anak seorang pendeta yang cukup dikenal orang itu berat. Pasti udah gak kaget lagi lah ya? Jujur, itu berat. Bukan masalah ekspektasi orang terhadap diri gua sebagai seorang anak pendeta yang gua maksud di sini sebagai hal yang memberatkan, bukan, gua hampir gak peduli apa kata orang tentang diri gua selama dia bukan orang yang peting-penting banget dalam hidup gua.  Yang gua maksud berat di sini adalah ketika bokap lo sendiri Tuhan pilih jadi alatNya untuk kerjain misi-misi muliaNya yang gak kenal batasan ruang ataupun waktu. Gua inget masa kecil gua dulu cuma punya nyokap yang stand by ngejagain gua dan abang-abang gua di Indonesia ketika bokap sibuk sekolah teologi di negeri orang dalam waktu yang sangat-sangat lama, ketemu bokap kalo ngga salah cuma setahun sekali, sisanya telfonan aja. Setelah bokap lulus dari sekolah teologinya, gua pikir dia ke depannya akan lebih “ada” buat keluarga, ternyata dugaan gua salah. Mungkin bokap kini berdiri di satu pulau yang sama dengan gua, tidur di satu atap yang sama dengan gua, tapi kesibukannya justru makin-makin parah karena justru dengan dia balik ke Indonesia jadwal pelayanannya jadi melejit numpuknya. (Ps: Di sini gua lagi gak meyalahkan siapapun, karena gua tau menjadi hamba Tuhan itu adalah sebuah privillege yang luar biasa, baik untuk orang itu sendiri maupun untuk keluarganya, stay tune untuk postingan ini.) Di sisi lain nyokaplah yang sekarang jadi sosok yang paling banyak in charge terhadap gua dan abang-abang gua. Sebagai anak paling kecil dan cewe satu-satunya pastilah kepribadian gua sedikit banyak ada drama-dramanya, gak terhindarkan itu. Karena itu sering banget gua butuh tempat untuk dengerin keluhan gua, tangisan gua, kemarahan gua, atau seneng-senengnya gua, dll. Tapi yang gua perhatiin nyokap pun juga overload, karena selain ngurusin kehidupan pribadinya dan urusan-urusan bokap, dia juga harus dengerin semua curhatan 4 abang-abang gua. Karena itu akhirnya masuk masa-masa akhir SMA gua mulai ngurangin intensitas “nyampah” ke nyokap dan lebih memendam sendiri semua uneg-uneg gua. Oke itu baru tentang keluarga.

Gimana dengan temen-temen? Gua bersyukur dengan sikap gua yang susah bertemen ini (#bangga) gua punya temen-temen yang setia dan peduli-peduli banget sama gua. Tapi tetep aja, setiap orang pasti punya kesibukan dan permasalahan hidupnya masing-masing, makanya sering gua ngehadapin masa-masa di mana temen-temen gua gak available untuk gua curhatin di saat hati ataupun otak gua lagi mumet banget saat itu.

Trus siapa lagi? Abang-abang gua? Mmm...I’m afraid relasi antara gua dan abang-abang gua gak seunyu relasi abang ade yang kalian bayangkan bakal kayak di film-film. Relasi kita lebih ke relasi seru-seruan aja tapi bukan yang deep sampe ke ulu hati untuk curhat-curhatan. Sodara sepupu? Sama, gua bersyukur banget punya sepupu-sepupu yang cukup deket sama gua, tapi ya balik lagi, mereka punya gejolak hidupnya masing-masing.

Jadi lah gua merasa....sendiri.

Belum lagi di tengah dunia yang makin hiruk pikuk dengan teknologi dan media sosial ini efeknya akan sangat berpotensi untuk semakin menekan kita sampe kita ngerasa kayak serpihan debu sepatu di tengah keramaian sebuah ruangan diskotik. Merasa kecil, gak berharga, dan sendiri.

Cukup lama gua merasa kayak gini dan to be completely honest with you, pemikiran untuk bunuh diri itu sempat beberapa kali menghampiri gua. Tapi ya karena pemikiran-pemikiran kayak “masih banyak yang sayang sama gua”, “Tuhan kasih hidup bukan untuk diakhiri kapan lo mood untuk nyelesain”, “apa kata orang nanti kalo seorang Risti bunuh diri?”, “kayaknya gua lagi mau ‘dapet’ doang ini”, dll akhirnya itu pemikiran cuma muncul doang tapi gak pernah bener-bener ngegerakin gua untuk ngelakuin hal-hal yang gak bener.

Lalu akhirnya apa yang gua lakuin di saat-saat kayak gitu?

Ya ini lah untungnya besar di tengah keluarga yang bener-bener menghidupi firman Tuhan, petuah-petuah rohani bokap nyokap masuk ke dalam alam bawah sadar gua. Akhirnya walau dengan setengah hati dan males-malesan, gua coba untuk berdoa. Awalnya gua ngerasa aneh, curhat sama sosok yang gak bisa lo liat bentuk fisiknya, ataupun denger suaranya. Tapi kondisi “kesendirian” gua yang gua ceritain di atas itu leave me no choice. Jadi dari yang awalnya gua ngerasa super awkward gua terus paksain untuk setidaknya keluarin uneg-uneg gua ke “seseorang” dan orang itu Tuhan Yesus, melalui doa pribadi gua sampe akhirnya gua ngerasa Dia lah tempat curhat terbaik gua.

Curhat sama Tuhan Yesus lewat doa itu – sekalipun awalnya feels awkward – tapi banyak banget keuntungannya. Sambil ngejabarin satu persatu keuntungannya sebagai percontohan gua akan kutip beberapa isi doa ataupun kisah doa yang ada di Alkitab. Pertama, lo gak perlu takut ngutarain apa yang ada di benak lo, senegatif apapun itu isi pikiran lo, kasihNya Dia ke lo gak akan berkurang sedikit pun. Dengan gitu lo gak perlu ngerasa takut bakal dijudge melalui curhatan lo.

“Tumpahkanlah amarah-Mu ke atas mereka, dan biarlah murka-Mu yang menyala-nyala menimpa mereka. Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!” (Mazmur 69:25&29)

Kedua, ketika curhat sama Tuhan itu lo bebas ekspresiin apa yang lo rasain saat itu, lo bisa nangis sejadi-jadinya atau justru senyum-senyum bahagia sendiri, keluarin sumpah serapah atau bahkan justru sespechless itu sangkin bingungnya ngungkapin apa yang lo rasain saat itu, dan Tuhan akan tetep ngerti dengan sempurna apa yang lagi lo rasain dan berusaha untuk lo ungkapin. Gak ada lagi deh miskom.

“Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Lukas 18:13)

Ketiga, ini yang terpenting. Curhat sama the most powerful Being in the whole universe itu gak akan sia-sia. Gak sekedar didengerin, lo pasti juga akan ditolong dengan caraNya yang unpredictable dan dahsyat. Semakin gua baca kisah-kisah perjanjian lama, gua makin liat karakter Tuhan kita yang cukup unik, Dia suka banget ketika kita nunjukin ketidakberdayaan kita tanpa Dia dan datang dengan kerendahan hati minta pertolongan Dia (dalam doa). Dapat dipastikan Tuhan akan langsung turun tangan habis itu untuk menjawab (belum tentu mengabulkan) permohonan kita.

“Maka aku berdoa kepada Allah semesta langit, kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, utuslah aku ke Yehuda, ke kota pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali. Dan raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku.” (Nehemia 2:4,5,&8)

Keempat, kalo pun permasalahan kita gak langsung solved setelah kita doain, curhat sama Tuhan itu kalo dari yang gua alamin kerasa banget instant effectnya. Dia bisa banget membangkitkan spirit  kita kembali dengan kasih pemikiran-pemikiran yang positif dan sedikit banyak akan menghibur kita, atau tiba-tiba ada seseorang atau sesuatu yang Tuhan sengaja sediain untuk membangkitkan semangat dan pengharapan kita lagi.

“Kemudian ia ingin mati, katanya: ‘Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.’ Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: ‘Bangunlah, makanlah!’ Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum,” (1 Raja-raja 19:4-6)

Mengalami relasi yang makin intens dengan Tuhan di tengah kesepian gua ini justru akhirnya kasih gua sebuah konfirmasi yang mengubahkan cara pandang gua terhadap kehidupan dan juga dunia ini. Gua mungkin bisa kehilangan segalanya, orang-orang terkasih gua, harta benda gua, self value gua, kesehatan gua, atau apapun itu yang dunia anggap paling penting untuk dimiliki seseorang, tapi selama gua masih punya Tuhan Yesus hidup gua belom berakhir, gua masih akan punya unlimited source of power, best partner, best supporter, anything, karena Dia lah sumber segala sesuatu. Ketika gua sadar akan hal ini, gua jadi semakin suka sama lagunya Hillsong yang judulnya Christ Is Enough, kayak gini lirik reffnya:

Christ is enough for me,
Christ is enough for me,
And everything I need is in You,
Everything I need

Gua baru ngelewatin setengah atau bahkan mungkin baru sepertiga dari total seluruh kehidupan gua. Gua bersyukur banget gua udah dapet kesadaran ini dari sejak sekarang. Karena dengan gitu apapun yang dunia ini akan lemparkan ke hadapan gua, tantangan apapun itu yang akan gua hadapi di depan sana, ada atau gak ada rekan di samping gua untuk support gua, gua tau Tuhan Yesus akan selalu ada bersama gua, ngegandeng tangan gua erat-erat, dan membimbing gua ngelewatin one by one chapter dalam hidup gua. Keyakinan ini akhirnya ngegantiin ketakutan gua terhadap masa depan jadi full excitement, gak sabar ngelewatin more adventures bersama Dia, my ultimate best friend and mentor

Tuhan memberkati~

Comments

Popular posts from this blog

He Was My Father, Yet Never Was My Dad

Setahun udah berlalu sejak papa dipanggil Tuhan secara mendadak. Sebetulnya pengen pura-pura selalu tersenyum aja dan bilang bahwa aku Ikhlas Tuhan panggil papa pulang ke pangkuanNya. Tapi salah satu ciri kedewasaan dalam beriman adalah ketika kita terbuka akan apa yang kita rasakan, kita alami. Dan di postingan ini gua pengen cerita, rasanya punya papa seorang hamba Tuhan, dan rasanya ketika papaku diambil secara tiba-tiba tanpa kesempatan utk say goodbye . Persepsi umum yang orang-orang punya kalo ngeliat anak yang orang tuanya seorang pendeta atau hamba Tuhan pasti “enak”, “baik”, “beruntung”, “aman (secara kerohanian)”, padahal udah jadi rahasia umum kalo justru anak pendeta biasanya rusak-rusak, entah karena jadi target utamanya si iblis untuk nyerang pelayanan Tuhan lewat keluarga hambaNya, ataupun karena, ini yang gua personally rasain, ayah/ibunya yang adalah hamba Tuhan justru terlalu asik melayani di luar hingga anaknya sendiri ditelantarin. Gua yang mana? This is the ug...

“Orang Bule Pasti Suka”

Beberapa hari yang lalu gua pergi ke salon sesuai rencana yang udah gua idam-idamkan selama gua Dinas Luar Kota (DLK) sebelumnya. Wajib hukumnya untuk pijet dan luluran setelah berhari-hari mondar mandir dijemur di bawah matahari. Udah pake sunblock , udah pake topi, manset, dll, tapi tetep, rasanya lebih bersih kalo dilulur dan dipijet, bikin badan rileks lagi. Sambil mbak-mbaknya melototin setiap senti badan dan rambut gua selagi treatment, sebuah kalimat yang udah ribuan kali gua denger diucap sama dia: “Mbaknya eksotis ya, orang bule pasti suka.” Heeemmmmmmmm……. Gimana yaa…… Ijinkan gua menjelaskan levels of impression yang gua miliki dari awal banget gua denger kalimat itu hingga sekarang setelah hampir 28 tahun hidup sebagai cewe berkulit sawo matang: Merasa ragu: “masa sih bule senengnya kayak gua? Gua item dekil begini apa menariknya di mata mereka?” Merasa bangga: “wahh kelas gua kelas bule. Kalo gua ketemu bule fix orang bule bakal naksir gua.” Merasa bosan: “iye iy...

Review Film Adrift

Satu lagi produk media yang mau gua review  terkait poin survival  yaitu film Adrift yang dimainin oleh Shailene Woodley (lah sama ya sama yang main Divergent). Kalo kalian nonton film ini gua gak yakin kalian bakal suka karena abang gua pun pas nonton ini katanya dia ngerasa ngantuk dan bosen banget sampe dia akhirnya ketiduran gak nonton film ini sampe habis. Huft.  Memang kalo diliat berdasarkan plot ceritanya sangat berpotensi ngebuat bosen sih karena alur ceritanya campuran yaitu mix antara flashback dan present . Sesungguhnya gua paling gak suka alur cerita yang kayak gitu, gua lebih suka fokus aja di present  kalo mau flashback  untuk jadi bahan plot twist  aja atau di moment-moment  tertentu. Tapi pas gua ngeliat poin survival  di film ini akhirnya gua mengesampingkan selera gua dan fokus ngikutin film ini dari awal sampe akhir, dan gua suka banget. (Sumber: website AVForums) Film ini bercerita tentang seorang perempuan bern...