Sebelum gua mulai pembahasan gua
tolong jawab pertanyaan gua dalam hati: apa alasan lo gunain media sosial (1
jawaban untuk 1 akun media sosial, misal lo pake IG brarti jawabannya beda sama
alasan lo pake Twitter atau Facebook, dst.) Saran gua lo temuin dulu jawaban
dari pertanyaan gua itu baru lo lanjutin baca tulisan ini. Apapun jawabannya
gak akan salah, gua cuma mau ngebuat lo sadar apa yang memotivasi lo selama ini
dalam gunain media sosial.
![]() |
(Sumber: website The Verge) |
Kalo gua dulu awal-awal banget
pake IG (gua share tentang IG aja ya
berhubung IG adalah most used medsos
belakangan ini) alasan gua adalah untuk online
shopping. Karena jaman IG baru awal-awal booming di Indo orang-orang pada buka lapak untuk jualan online di IG pindahan dari BBM. Dulu online shopping yang basednya di website jarang, apa lagi Tokopedia, Lazada, Bukapak, dkk belom
eksis saat itu. Nah saking komitnya gua akan tujuan gua gunain akun IG gua itu
gua sampe nulis kalimat “Here for Online Shopping” di bio IG gua, wkwk. Trus
kalo ada yang mau follow gua gua
bilang “gak usah difollow lah orang
gua gunain IG cuma untuk online shopping
doang.” Gitu. Eh tapi karena temen-temen gua yang aktif gunain IG sebagaimana
mestinya pada doyan ngetag atau mention gua di IG mereka masing-masing
jadilah gua makin banyak difollow
orang dan penyimpangan tujuan terjadi.
Kalo dari apa yang gua pelajarin
di perkuliahan gua dulu (jurusan ilmu komunikasi) setiap media itu ada
teorinya. Dan setelah gua obrak-abrik dan baca-baca lagi bahan-bahan kuliah gua
untuk nulis postingan ini (niat ya? Niat dongg) ada satu teori yang cukup
relevan dari jaman media tradisional dan konvensional dulu sampe ke jaman media
baru (internet) sekarang ini yaitu teori Uses
and Gratification. Apa isi teori itu? Nih gua kutip langsung dari buku
kuliah gua (Introducing Communication,
Richard West & Lynn Turner, 2010)
“people actively seek out
specific media and specific content to generate specific gratifications (or
results). Theorists in Uses and Gratifications view people as active because they are able to examine and
evaluate various types of media to accomplish communication goals.”
(Wang,
Fink, & Cai, 2008)
Kalo gua parafrase intinya teori
itu mau bilang bahwa dalam relasi manusia dengan media yang digunakan yang
memegang kendali adalah si manusianya. Hal itu karena dia secara aktif memilih media apa yang akan dia gunakan dan konten apa
yang mau dia konsumsi untuk tujuan
pribadinya yang udah dia persiapin dari awal.
Nah dari teori itu brarti udah
dikonfirmasi bahwa setiap manusia harusnya punya tujuan yang jelas untuk apa
dan kenapa dia gunain sebuah media, dan itu berlaku juga untuk penggunaan media
sosial. Itu dia kenapa gua tanya di awal apa yang jadi alasan lo pertama kali
ngebuat akun medsos-medsos yang lo punyai sekarang. Kalo dari tabel yang ada di
bawah ini ada beberapa alasan yang biasanya jadi motivasi orang-orang pake media
(termasuk media sosial).
(Sumber: Buku "Introducing Communication", Richard West & Lynn Turner, 2010, hal 395) |
Kalo kita perhatiin dari
motivasi-motivasi itu semuanya berorientasi untuk keuntungan atau dengan kata
lain mendatangkan dampak positif untuk si penggunanya. Memang itulah kegunaan
media yaitu untuk mempermudah kehidupan kita.
Cuma sekarang pertanyaannya kalo
dari alasan yang kita punya di awal untuk ngebuat akun-akun medsos kita udah
cukup efektif untuk mendatangkan dampak positif gak untuk kehidupan kita? Atau
justru karena kehadiran medsos hidup kita jadi lebih frustasi?
Kenapa gua tanyain ini? Karena
kenyataannya dari yang gua perhatiin kebanyakan
orang-orang gara-gara gunain medsos malah jadi lebih insecure
dan inferior atas kehidupan dia
sendiri. Entah kenapa sekarang kayak ada aturan tertulis bahwa medsos itu dipake untuk ajang pamer (baik yang
diniatin ataupun yang gak diniatin). Pamer lagi makan apa hari itu, pamer lagi
jalan sama pacar, pamer belanja apa aja tadi, pamer lagi jalan-jalan kemana,
pamer ada berapa pack di badannya
setelah ngegym, dan semacemnya. Akhirnya
ketika kita yang mungkin kehidupannya biasa-biasa aja trus ngeliat postingan kayak
gitu dari orang-orang yang kita follow
akunnya di medsos otomatis kita langsung ngebandingin kehidupan kita dengan
kehidupan si orang tersebut. Dan kenyataannya banyak yang gua temuin responnya
setelah ngeliat postingan-postingan ‘pamer’ gitu mereka ngerasa iri dan insecure dengan kehidupan orang-orang yang
kesannya lebih wow dari kehidupan dia sendiri.
Contohnya kayak video yang gua post
di IG gua untuk promosi tulisan ini. Ada cewe namanya Luna Montana, dia vlogger
remaja gitu yang juga seorang ballerina. Badan dia bagus, muka dia juga gak
jelek lah, dia jago ballet, punya banyak temen, dll, tapi ada saat-saat di mana
dia ngerasa kekurangan banget akan hidupnya. Potongan video yang gua post itu adalah
potongan dari keseluruhan vlognya yang di mana dia lagi curhat bahwa dia benci
tubuhnya. Dia ngerasa kurang cantik, dia ngerasa gendut, dia ngerasa skill ballet dia gak seberapa, dsb. Dan
dari analisa dia yang paling besar pengaruhnya dalam ngebuat dia berpikir kayak
gitu adalah karena dia terlalu addicted
dengan media sosial sehingga di dalam alam bawah sadar dia dia membandingkan
kehidupan dia dengan orang-orang yang dia follow
di medsos dan alhasil merasa terintimidasi karena postingan-postingan
orang-orang itu.
Selain itu dampak buruk dari
medsos yang gua liat adalah gimana orang
menaruh self-value dia di akun medsosnya.
Maksudnya adalah dia ngebiarin pencapaian akun medsosnya menentukan seberapa
berharganya dia sebagai seseorang. Misalnya semakin banyaknya angka followers, friends, like, love, comment,
views, RT, dll yang dia peroleh dari postingan/akunnya maka semakin
berharga dia, sebaliknya semakin sedikit angkanya semakin gak berharga dia.
Seolah-olah angka-angka itu adalah takaran yang reliable dan akurat untuk menggambarkan kerberhargaan diri
seseorang. Makanya akhirnya banyak orang-orang yang sampe BELI FOLLOWERS dan
LIKES untuk ngeboost angka followers dan likesnya (ini IG doang sih yang gua tau sering kejadian, maklum gua
cuma aktif pake IG soalnya untuk medsos sekarang). Itu udah aneh banget sih
menurut gua.
Tapi jujur gua pernah ngelewatin
fase itu juga sih, cukup parah lagi bapernya. Inget kan di atas gua sempet
bilang alasan awal gua buat IG adalah untuk belanja online tapi kemudian karena banyak yang tiba-tiba ngefollow gua akhirnya kiblat gua berganti
jadi gunain IG sebagaimana orang-orang lain gunain IG? Perhatiin, bukan gunain
IG sebagaimana tujuan IG dibuat awalnya
oleh si penciptanya (kalo gua
perhatiin sebatas untuk mengekspresikan kecintaan pada estetika dunia visual,
makanya awalnya IG banyak banget aturannya yang gak ngebebasin orang untuk
ngepost sembaragan) tapi sebagaimana IG
dipake oleh kebanyakan orang (asal ngepost yang penting laporan sama followersnya). Akibat penyimpangan tujuan
penggunaan IG ini gua sempet minder kalo followers
gua gak sebanyak orang-orang lain, gua baper kalo yang ngelikes postingan gua gak banyak, gua
baper kalo gak ada yang komen di postingan gua, gua baper kalo yang ngeview IG story gua gak banyak, dan semacemnya. Baper gua gak berhenti di
kasus IG doang, itu ngefek ke penilaian gua atas diri gua sendiri dalam segala
aspek. Parah ya dampaknya? Lebay? Ngga, kenyataannya banyak orang ngalamin apa
yang gua alamin.
Tapi kemudian gua masuk pada fase
dimana gua tersadar kalo gua bodoh. Untuk apa gua taro jati diri gua, self-value gua, dalam seonggok akun
media sosial? Gua analisa ulang untuk apa medsos diciptain, dan dalam kasus IG
ini untuk apa IG diciptain? Setelah gua kira-kira dapet tujuan awalnya medsos
dan IG diciptain gua pikirin apa motivasi yang layak untuk mendukung gua gunain
medsos-medsos itu. Kalo sebelumnya alasan gua sempet untuk aktualisasi diri
maka gua buang tujuan itu jauh-jauh karena ujung-ujungnya malah bawa dampak
negatif untuk diri gua sendiri. Gua cari motivasi yang lebih baik yang gua
yakin bisa kasih gua dampak positif dengan gunain medsos itu. Jadilah gua sampe
kepada beberapa motivasi yang gua rasa cukup layak untuk jadi tujuan gua pake
medsos (dalam konteks ini IG):
- Untuk cari informasi tentang orang-orang yang gua peduliin hidupnya (kalo gua gak peduli ya gausah gua follow, simple kan?)
- Untuk memotivasi orang dengan pemikiran-pemikiran yang gua punya
- Untuk kasih teladan kehidupan yang baik menurut gua tuh gimana sih
- Untuk ngehibur orang dengan jokes-jokes gua yang garing (hehe)
- Untuk kasih informasi tentang hal yang cukup penting menurut gua
- Untuk jadi garam dan terang lewat postingan feed maupun story
Dengan tujuan-tujuan itu maka
setiap kali gua mau ngepost sesuatu gua akan pikirin ulang apakah kira-kira postingan
gua itu bakal sejalan dengan salah satu dari tujuan itu gak? Kalo ngga ya
gausah dipost. Begitu juga dengan ngefollow.
Apakah dengan gua follow orang ini
bakal sejalan dengan tujuan gua ini? Kalo gak ya gausah difollow.
Selain itu gua buat rules untuk proteksi diri gua supaya gak
terintimidasi medsos lagi. Karena gua
sadar level insecurity gua tinggi
maka beberapa rules yang gua
aplikasiin untuk medsos gua (dalam konteks ini IG) misalnya:
- Karena gua gak suka kehidupan gua diliatin sama orang yang gua gak ngerasa nyaman untuk diliatin (paham gak?) gua private IG gua dan gak sembarangan orang gua allow untuk follow IG gua. Loh emang kenapa? Bukan berarti gua sombong loh, gua cuma emang gak suka diperhatiin sama banyak orang, jadi hak gua sebagai pemilik akun untuk nyaring followers gua.
- Gua gak follow akun orang-orang yang postingannya berpotensi ngebuat gua feeling inferior sekalipun itu temen gua sendiri. Sekali lagi di sini gua lebih mementingkan kesehatan mental gua, jadi ini pilihan gua.
- Kalo di tengah jalan gua ngerasa gak nyaman dengan orang-orang tertentu yang ngefollow gua gua akan remove orang tersebut dari followers gua. Begitu juga sebaliknya kalo gua ngerasa gak nyaman ngeliat postingan beberapa orang yang udah terlanjur gua follow gua bakal mute atau bahkan sekaligus unfollow dia di tengah jalan. Woles guys ini IG doang, gausah seberat hati itu ngelakuin hal-hal semacem ini.
- Setiap kali gua ngepost feed atau story gua menahan diri untuk gak ngecek berapa jumlah likes atau views atau bahkan SIAPA yang ngelikes dan ngeview. Dengan gitu gua gak akan menilai self-value gua dari angka-angka itu ataupun baperin orang-orang yang gak ngelike atau ngeview.
- Gua cuma mau buka IG di weekend karena basically di weekend doang lah orang-orang secara bersamaan happy happy gak ada yang lagi kerja, atau stress ujian, atau semacemnya, sehabis itu gua log out akun IG gua.
- Gua buat 2 akun IG. Akun pertama untuk bersosialisasi, akun kedua khusus untuk cuci mata dan cari informasi. Dan akhirnya memang yang lebih sering gua gunain akun ke2 sih, karena weekdays yang gua log in ya akun ke2 doang. Kenapa gua gak jadiin 1 akun? Simply karena kalo weekdays gua gak mau tau tentang kehidupan orang, gua mau bener-bener cari hiburan doang. Oh ya, seluruh tujuan gua yang gua paparin di atas itu berlaku hanya untuk akun pertama gua. Untuk akun ke2 gua gua sebebas itu tanpa batasan apapun.
Itu contoh-contoh aturan yang gua
aplikasiin untuk penggunaan IG gua. Nah penerapan penentuan tujuan awal
pembuatan dan penggunaan IG serta aturan dalam gunain IG ini gua buat
juga untuk akun-akun medsos gua yang lain, cuma mungkin tujuan dan aturannya beda-beda
disesuaikan dengan jenis medsosnya.
Gua saranin lo lakuin hal yang
sama, buat tujuan yang jelas kenapa lo gunain medsos lo dan apa aja aturan
penggunaannya. Karena dengan ngelakuin hal itu kita jadi orang-orang yang lebih cerdas bermedia sosial, bukannya malah jadi
korban media sosial. Inget! Media begitu juga dengan media sosial diciptain
untuk memudahkan hidup manusia, bukan malah mempersulit. Kalo dengan keberadaan
medsos kita justru hidup kita makin ribet berarti ada yang salah dengan cara
kita gunainnya, baiknya kita telaah ulang cara penggunaan yang bener gimana
atau kalo emang gak guna buat hidup kita ya hapus aja accountnya. Jangan takut ketinggalan jaman hanya gara-gara gak
ngikutin trend.
You control the media, don’t be
controlled by it. Gak ada aturan saklek dalam bermedia sosial jadi you make your own rules. Sesuain rules dan tujuan kita dengan ketahanan
diri kita dalam bermedia sosial. Apa yang dilakuin orang lain gak harus lo
terapin juga. Social media is a very personal thing, menurut gua itu ibarat
kamar tidur seseorang. Jadi mana yang ngebuat lo nyaman itu lah yang lo
lakuin.
Itu aja sih yang pengen gua share hari ini. Untuk postingan tentang
bagaimana ngatasin kalo kita kena dampak negatif media sosial dalam hal insecurity akibat ngebandingin hidup
kita dengan hidup orang melalui media sosial coba cek postingan gua yang
judulnya Never Have I Ever Felt Content?
Selamat bermedia sosial dengan
sehat dan bijak. Tuhan memberkati~
Comments
Post a Comment