Skip to main content

Craving For Acceptance


(Sumber: Faith on Campus)

Siapa sih yang gak ngerasa sakit kalo ditolak? Coba deh pasti kita semua pernah ngerasain yang namanya ditolak dalam hidup kita, boong kalo lo ngaku lo selalu diterima. Ditolaknya dalam konteks apa aja. Bisa ditolak dari lingkungan pertemanan yang kita mencoba untuk fit in, ditolak sama gebetan kita secara verbal ataupun non verbal, ditolak dari sekolah yang kita idam-idamkan, ditolak dari pekerjaan (BERKALI-KALI kalo lo job seeker #curhat), ditolak dari audisi pencari bakat, bahkan ditolak sama abang-abang tukang ngeprint karena katanya flash disk lo banyak virusnya (sakit sih). Masih banyak lagi jenis-jenis penolakan di dunia ini dalam segala aspek yang sehari-hari kita temuin dalam kehidupan kita.

Nah, gimana rasanya kalo ditolak? Jujur aja, pasti sakit kan?

Gak ada yang suka ditolak. Semua orang pasti pengennya dia dengan segala keadaannya diterima kemana pun dia melangkah. Penolakan itu sedikit demi sedikit mengikis rasa kepercayaan diri dan self-value seseorang. Yang terburuknya dia pun akhirnya ngerasa dia udah gak berharga lagi. Akibatnya apa? Banyak. Mulai dari yang paling ekstrem yaitu bunuh diri, karena menurut dia dunia ini udah gak butuh dia lagi dan dia merasa dia gak menemukan faedahnya untuk melanjutkan hidup di dunia ini, ataupun akhirnya dia tunduk pada ekspektasi yang ada dan menjadi seseorang yang bukan dirinya, dia akan mengusahakan segala cara untuk mengais penerimaan dari berbagai sisi. Wah ini gua sering banget temuin di sekitar gua. Singkat cerita orang-orang yang kayak gini akhirnya jadi orang-orang yang paling…apa ya istilahnya, plastic kalo gak salah. Orang-orang yang gak menjadi dirinya sendiri, gak orisinil, gak otentik. Padahal gua percaya semua orang di dunia ini punya keunikannya masing-masing dan kita semua seharusnya gak malu akan hal itu, tapi justru embrace it.

Gua tergerak untuk nulis hal ini dari saat teduh gua beberapa hari yang lalu dari Our Daily Bread yang ngambil perikopnya dari Kejadian 29:31-35. Sebelumnya emang gua udah pernah buat tulisan khusus tentang kisah Lea (klik di sini kalo kepo), tapi bagian ini adalah suatu perspektif yang baru gua pelajari dari saat teduh hari itu. Emang gua suka banget lah sama kisah hidupnya Lea ini banyak banget hal indah yang tersembunyi di baliknya.

Jadi apa yang gua pelajari di bagian kali ini? Kondisinya Lea saat itu berusaha untuk memenangkan hati suaminya, Yakub dari adeknya sendiri, Rahel. Karena dia bisa lihat jelas-jelasan bahwa cinta Yakub hanya untuk Rahel dan bukan untuk Lea. Ironis banget, udah diduain terus gak disayang pulak sama suaminya. Tapi yah begitulah nasib Lea. Alhasil sepanjang pernikahannya dia berusaha untuk cari cara bagaimana supaya Yakub bisa cinta sama dia. Dia melihat sebuah kesempatan terbuka ketika Tuhan buka kandungan dia dan kasih dia anak laki-laki pertama (ay. 32). Dia merasa menang dari Rahel dan memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik perhatian Yakub dengan cara namain anaknya yang pertama Ruben yang berarti “Sesungguhnya TUHAN telah memperhatikan kesengsaraanku; sekarang tentulah aku akan dicintai oleh suamiku.” Dari nama tersebut kita tahu bahwa dia menjadikan anaknya sebagai alat untuk mendapatkan penerimaan dari suaminya.

Tapi kemungkinan yang terjadi adalah Yakub masih belum memberikan cinta kepada Lea sebesar yang ia harapkan sehingga hal tersebut masih berlanjut ke anak yang kedua. Tuhan memberikan anak laki-laki lagi kepada Lea dan Lea namain dia Simeon yang artinya "Sesungguhnya, TUHAN telah mendengar, bahwa aku tidak dicintai, lalu diberikan-Nya pula anak ini kepadaku." Nama ini adalah ratapan Lea karena dia gak mendapatkan penerimaan dari suaminya sebagaimana yang ia harapkan, dari sini kita bisa liat bahwa di sini pun dia masih juga mengharapkan mendapatkan penerimaan tersebut.

Selanjutnya apa yang terjadi? Apakah dia berhasil ngebuat Yakub berbalik mencintai dia? Nope. Itu terbukti dari nama anak laki-laki selanjutnya yang Tuhan berikan ke dia dia namakan Lewi yang berarti "Sekali ini suamiku akan lebih erat kepadaku, karena aku telah melahirkan tiga anak laki-laki baginya." Ini jelas banget bahwa keseluruhan nama itu adalah bukti bahwa Lea craved akan penerimaan dan perhatian dari suaminya. Suaminya adalah satu-satunya yang ada dipikirannya sedangkan sebaliknya itu tidaklah terjadi pada Yakub. Suatu penolakan terpahit yang bisa dialami seorang perempuan yang hanya berharap untuk dicintai.

Tapi kenyataannya hasilnya nihil. Sampai mati pun Yakub terus lebih mencintai Rahel dibanding Lea. Ini bukan salah siapapun dan di luar kontrol manusia manapun. Bagaimana pun berusahanya Lea untuk memenangkan hati Yakub ia tak akan bisa mengubah keadaan. Kalau ia terus mau meratapi ketidakberhasilannya dalam mendapatkan cinta Yakub maka seumur hidupnya ia akan terjebak dengan rasa pahit dari penolakan tersebut.

Lalu apa yang ia lakukan? Apakah ia meratapi nasibnya itu atau move on? Dia memutuskan untuk move on hal itu bisa dilihat dari bagaimana ia menamai anak laki-laki selanjutnya yang Tuhan kasih, ia menamainya Yehuda yang berarti "Sekali ini aku akan bersyukur kepada TUHAN." That’s it, gak ada embel-embel dia berharap dia dicintai suaminya lagi atau ratapan karena dia gak dicintai, hanya BERSYUKUR KEPADA TUHAN. Finally Lea berpaling kepada Tuhan yang udah menunggu dia dari jauh selama ini. Sosok yang menerima dan mencintai dia apa adanya, yang udah kasih empat anak laki-laki untuk menghibur dia selama dia masih mengais cinta suaminya dan belum melihat sosok Tuhan itu. Pribadi yang gak akan pernah menolak dia seburuk apapun dia. Dan hasilnya? Di titik itulah Tuhan jadikan turning point dalam nasib hidup Lea. Dari yang selama ini jadi orang yang gak berguna dan hanya mengais-ngais perhatian dan cinta dari orang yang gak mencintainya Tuhan ubah jadi ibu dari garis keturunan raja terbaik yang pernah hidup memerintah bangsa Israel, Daud, lalu Raja dan Juruselamat dunia ini, Tuhan Yesus.

Pattern yang sama berlaku untuk kita. Sampai kapan pun hidup kita akan selalu jadi fakir perhatian dan cinta kalau kita gak juga sadar bahwa sesungguhnya ada Sosok yang udah mencintai kita apa adanya melebihi apapun bahkan melebihi nyawaNya sendiri. Selamanya kita akan hidup merasa gak berharga karena penolakan-penolakan yang gak akan pernah berhenti kita alami selama hidup dalam dunia ini kalo kita gak sadar bahwa sesungguhnya ada Sosok yang udah nerima kita bahkan sejak kita masih belum mengenal dan menghormati Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Dan selamanya juga kita akan jadi orang yang gak fully functioned seturut dengan tujuan awal kita diciptain karena kita terlalu fokus untuk mencari perhatian dan penerimaan dari orang-orang yang ada di sekitar kita, kita gak berani untuk jadi diri kita sendiri dengan segala keunikan dan kelebihan yang kita punya karena kita takut ditolak. 

Cara bicara kita berubah ngikutin kayak temen-temen kita ataupun orang-orang yang kita harapkan menerima kita, pola pikir kita pun kita paksa agar menjadi seperti orang-orang itu, cara berpakaian kita, pola hidup kita, kemana kita pergi jalan-jalan, makanan yang kita makan, postingan media sosial kita, semua-muanya berubah kita usahakan untuk menjadi sama seperti orang-orang itu agar mereka mau menerima kita. Percayalah hidup seperti itu adalah hidup paling melelahkan dan paling stressful yang bisa kita hidupi. Karena kita gak mau stay true to ourselves, menjadi diri kita sendiri yang otentik.

Gua pernah merasa begitu benci sama diri gua sendiri yang katanya galak, berhati dingin, tegas, terlalu berani ini. Karena dengan sikap-sikap gua ini yang seharusnya gak sekaligus dimiliki oleh seorang perempuan akhirnya banyak orang yang takut sama gua dan bahkan ketika gua pernah dinominasiin untuk jadi ketua dalam sebuah organisasi ada orang-orang tertentu yang menentang hal itu karena katanya takut gua terlalu galak dalam mimpin organisasi itu nanti. Gara-gara itu selama beberapa waktu gua memilih jadi orang yang diem, yang pasrah aja dengan segala kebodohan dan kesalahan yang terjadi dihadapan gua, yang gak vokal menyatakan pendapat gua. Gua lebih memilih untuk diterima walaupun harus ngesampingin jati diri gua yang sebenarnya dari pada ditolak karena hal tersebut. Dan gua bertahan untuk menghidupi hidup yang ngegemesin itu sampe akhirnya Tuhan sendiri yang bilang ke gua bahwa Dia ciptain anak-anakNya secara unik dan otentik satu per satu, dan Dia gak mau satu pun dari mereka mengubah warna mereka. Tuhan cinta perbedaan selama itu semua akan membawa kemuliaan bagi Dia. Sejak saat itu gua berhenti jadi bunglon. “Sebodo amat dengan pendapat mereka, gua emang kayak gini diciptain Tuhan and I will embrace it karena dengan jadi diri gua sendiri lah gua bisa fully functioned dan memuliakan Tuhan gua” ucap gua dalam hati mengenyahkan segala ketakutan dalam diri gua sendiri. Turns out orang-orang yang ngehalangin gua untuk jadi ketua itu kalah suara sama orang-orang yang melihat potensi yang gua miliki. Dan by the grace of God gua bisa nyelesain tugas kepemimpinan gua dengan baik. Ada hal-hal yang berhasil dicapai karena gua yang jadi ketua, bukan orang lain.

Begitu juga dengan hidup kita semua. Kalo kita mau jadi diri kita sendiri dan gak takut ditolak kita akan lebih luwes dalam berkarya dan mengekspresikan apa yang kita rasakan. Kita bakal jadi orang-orang yang fully functioned di tangan Tuhan dan bisa dipakai untuk hal-hal yang besar karena pada kenyataannya ada tugas-tugas tertentu di dunia ini yang hanya bisa diselesaikan oleh kita dan keunikan kita, bukan dengan tangan orang lain. Setiap orang punya elemen kekuatan yang hanya dia yang miliki dan elemen itu bisa membuat dunia ini lebih baik ke depannya. (Kok gua berasa ngomongin anime Avatar ya? Tapi kira-kira emang kayak gitulah.) Maka dari itu kita harus terus hidup dengan otentik dan maksimal. Ketahuilah bahwa kita semua berharga. Sehingga kalau pun kita ditolak kita gak akan menyalahkan diri kita sendiri tapi kita bisa bangkit lagi dan lebih cerdas dalam memilih jalan hidup kita dalam pimpinan Tuhan. Tuhan udah nerima lo, maka terimalah diri lo sendiri, dan dunia ini perlahan-lahan pasti akan belajar juga untuk nerima lo. Tuhan memberkati~


Comments

  1. Nice article.... di tolak itu memang menyakitkan, lebih sakit dari tertusuk duri. Hehehe....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

He Was My Father, Yet Never Was My Dad

Setahun udah berlalu sejak papa dipanggil Tuhan secara mendadak. Sebetulnya pengen pura-pura selalu tersenyum aja dan bilang bahwa aku Ikhlas Tuhan panggil papa pulang ke pangkuanNya. Tapi salah satu ciri kedewasaan dalam beriman adalah ketika kita terbuka akan apa yang kita rasakan, kita alami. Dan di postingan ini gua pengen cerita, rasanya punya papa seorang hamba Tuhan, dan rasanya ketika papaku diambil secara tiba-tiba tanpa kesempatan utk say goodbye . Persepsi umum yang orang-orang punya kalo ngeliat anak yang orang tuanya seorang pendeta atau hamba Tuhan pasti “enak”, “baik”, “beruntung”, “aman (secara kerohanian)”, padahal udah jadi rahasia umum kalo justru anak pendeta biasanya rusak-rusak, entah karena jadi target utamanya si iblis untuk nyerang pelayanan Tuhan lewat keluarga hambaNya, ataupun karena, ini yang gua personally rasain, ayah/ibunya yang adalah hamba Tuhan justru terlalu asik melayani di luar hingga anaknya sendiri ditelantarin. Gua yang mana? This is the ug...

Review Film Adrift

Satu lagi produk media yang mau gua review  terkait poin survival  yaitu film Adrift yang dimainin oleh Shailene Woodley (lah sama ya sama yang main Divergent). Kalo kalian nonton film ini gua gak yakin kalian bakal suka karena abang gua pun pas nonton ini katanya dia ngerasa ngantuk dan bosen banget sampe dia akhirnya ketiduran gak nonton film ini sampe habis. Huft.  Memang kalo diliat berdasarkan plot ceritanya sangat berpotensi ngebuat bosen sih karena alur ceritanya campuran yaitu mix antara flashback dan present . Sesungguhnya gua paling gak suka alur cerita yang kayak gitu, gua lebih suka fokus aja di present  kalo mau flashback  untuk jadi bahan plot twist  aja atau di moment-moment  tertentu. Tapi pas gua ngeliat poin survival  di film ini akhirnya gua mengesampingkan selera gua dan fokus ngikutin film ini dari awal sampe akhir, dan gua suka banget. (Sumber: website AVForums) Film ini bercerita tentang seorang perempuan bern...

Failure Does Not Always Mean That You Are Not Good Enough

Pemanasan-pemanasan Kegagalan Dulu pas SMA gua sedih banget karena gagal masuk SMA-SMA terbaik di Depok (karena SMP gua masuknya rayon Depok jadi males pindah-pindah rayon lagi untuk nyari SMA ke Jakarta ). SMA-SMA Depok terbaik di jaman gua waktu itu SMA 1, SMA 2, SMA 3, dan tiga-tiganya gua gak masuk. Malah ‘terbuang’ masuknya ke SMA 5 Depok. No offense untuk anak-anak SMA 5 Depok atau yang ngerasa SMAnya masih di bawah SMA 5 Depok tapi ini gua lagi jujur menjelaskan perasaan gua waktu itu. Alhasil gua di bully sama abang-abang gua yang notabene masuk SMA-SMA terbaik Jakarta ataupun Depok, abang gua yang pertama masuk Gonzaga, salah satu SMA swasta terbaik Jakarta, abang gua yang kedua masuk SMA 34 Jakarta, salah satu SMA negeri terbaik Jakarta, dan abang gua yang ketiga keempat masuk SMA 1 Depok. Pas awal-awal masuk SMA 5 Depok, yang disebut SMANLI, gua malu dan kecewa banget sama diri sendiri, begitu juga sama Tuhan, karena dari pas mau tes-tes masuk SMA udah berdoa banget su...