Skip to main content

How Gender Equality Supposed To Be


(Dislaimer: Kalo gua bahas Gender Equality itu berarti berkaitan juga dengan feminisme. Karena Gender Equality adalah langkah lanjutan dari feminisme. Setelah kelas sosial perempuan dinaikin, maka ada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.)

(Sumber: Human Resources Online)

Gua pernah geli denger salah satu omongan dosen gua pas di kampus yang mengklaim dirinya sebagai feminist. Identitas dosen itu bakal gua rahasiain, tapi yang jelas dia salah satu penganut faham liberalisme abiss, dan dia secara gamblang mengaku dia agnostic dan “lost faith in religion” pas lagi ngajar kuliah di kelas, yoi gak? Nah saat itu pun kondisinya lagi kelas dan lagi bahas aliran-aliran post-modern, salah satunya gender equality, di mana secara singkat ini adalah faham yang menuntut agar baik pria dan wanita memiliki hak dan kebebasan yang sama, alias setara. Sama gaji, sama kuota di kursi pemerintahan, sama hak untuk berbicara dan memberikan pengaruh, sama bertanggung jawab terhadap baik karir maupun keluarga (gak ada yang berat sebelah peranannya), dll. Awalnya omongan-omongannya semua masih terdengar wajar dan acceptable sampe dia masuk ke ranah seksualitas. Dia bilang salah satu wujud gender equality yang harus diperjuangkan adalah – sorry ini bakal vulgar dan uncensored selama beberapa kalimat ke depan – cewe boleh dengan bebas masturbasi, seks bebas dengan siapapun yang dia mau, koleksi bokep di gadgetnya sebanyak yang dia mau, bla bla bla, dllnya. Cewe boleh bebas melakukan itu semua tanpa harus direndahkan karena laki-laki pun dari semula diperbolehkan dan diwajarkan. Kan bukan cowo doang yang punya hasrat seksual, cewe juga, maka harusnya cewe pun juga boleh melakukan apa yang dia mau dengan tubuh, jiwa, raga, dan hatinya sebebas yang dia mau.

Denger dia ngomong gitu gua speechless. Melongo. Terdiam gak tau harus respon apa.

Omongan dia terdengar liberating ya? Meleluasakan banget. Sungguh amat teramat humanis, memperhatikan hasrat orang-orang yang tertindas dan meng-encourage mereka untuk ‘membebaskan’ diri mereka. Terdengar benar, gak ada yang salah. Sounds like itulah makna kesetaraan yang sesungguhnya.

Tapi ngga. Yang ada di pikiran gua saat itu cuma satu: “Ini orang kok goblog dan super idiot banget ya? Kok yang begini bisa jadi dosen ya? Kok yang macem gini dikasih ruang untuk membentuk pola pikir generasi penerus bangsa ya?” Sejadi-jadinya lah gua jadi super illfeel dan disrespect sama doi.

Sekarang, dimana letak kesalahan pemikiran dia yang gua protes?

Kita mulai dari the very basic essence dari gender equality itu sendiri ya. Konsep ini sebetulnya dari awal mengarah kepada kemajuan both gender, cewe maupun cowo. Kalo emang cewe bisa kerja sama kerasnya dan sama bagusnya sama rekan kerjanya yang cowo, kenapa gajinya harus dibedain karena kesannya cewe adalah masyarakat kelas dua? “Kan cowo biayain hidup keluarganya” Lah emangnya cewe ngga? Emangnya duit gajinya cuma buat beli make-up dan salonan doang? Sekarang banyak cewe-cewe yang udah seindependent itu, entah karena dia single mother lah, entah karena dia emang pengen berkarir sebaik-baiknya lah, atau dia punya plan untuk ngedonasiin gajinya untuk kegiatan-kegiatan sosial lah, dan lain-lain. You will never know kemana orang mengalokasikan gajinya, tapi kita harus selalu mengasumsikan itu akan dipakai untuk sebuah kebutuhan yang penting. Trus lanjut, selain gaji juga tentang suara perempuan di dunia politik, siapa bilang pemikiran-pemikiran cewe jaman sekarang masih yang lemah dan baperan sehingga gak layak buat duduk bareng mikirin nasib negara? Trus terkait perempuan dikasih kesempatan untuk memimpin, wah udah terlalu banyak kasus di mana dalam sebuah organisasi atau komunitas, kinerja dan work ethic perempuan jauh lebih baik dari laki-laki, makanya mereka layak untuk menjadi pemimpin.

Atau kalo dari sisi cowo, untuk mendobrak stereotip bahwa cowo “harus kuat” jadi pantang nangis, cowo gak boleh keliatan lemah, cowo harus ngalah sama cewe, dll itu tanpa sadar menekan cowo-cowo yang padahal karakter dan kepribadiannya beragam ini untuk menjadi sesuatu yang bukan dia banget. Emang kenapa kalo cowo nangis? Emang dia gak punya perasaan gitu? Justru itu kesempatan buat cowo semakin sensitif dan mengekspresikan apa yang dia rasakan demi kesehatan mentalnya, bukannya malah berpura-pura kuat tapi deep down dia udah hancur berkeping-keping.

Dan banyak contoh-contoh kasus lainnya yang originally menggambarkan bahwa kiblat gender equality itu harusnya kepada kemajuan pada baik cewe maupun cowo, bukannya malah menumpulkan otak mereka atau membodohi karakter dan kepribadian dia.

Self-pleasuring macem masturbasi, onani, seks bebas, nonton bokep, dan semacamnya dosa gak? Jelas. Itu masuk dalam hawa nafsu kedagingan dalam kategori percabulan (sexual immorality) dan kecemaran (impurity) kalo di Galatia 5:19. Dosa buruk buat kita gak? Ya jelas lah, gausah ditanya lagi. Terus ngapain dipromote untuk dilakuin? Kenapa cara pandangnya harus “kalo cowo aja boleh, maka harusnya cewe juga boleh” kind of equality? Kenapa gak kita benerin otak kita dan ubah cara pikir kita jadi semacam “kalo cewe gak boleh, cowo pun juga gak boleh lah” kind of equality? Atau lebih benernya lagi “itu semua dosa, baik cewe maupun cowo gak boleh lakuin atau bahkan nikmatin itu semua, karena itu artinya kita ‘ngotorin’ diri kita sendiri yang notabene Tuhan mau untuk hidup kudus kayak Dia (1 Petrus 1:16).

Gak cuma dosen gua yang mikirnya error gitu, dan gak cuma masalah seksualitas yang ‘dititipin’ untuk dihalalin melalui trend gender equality ini. Ada juga sejumlah lain buah ‘sesat pikir’ (kalo istilahnya anak-anak ui dari matkul MPKT A, wkwkwk) yang muncul di daerah-daerah barat, misal trend feminism untuk cewe numbuhin bulu ketek trus sengaja dengan PDnya angkat-angkat tangan pamerin ‘aset’nya dia itu, gerakan free the nipple supaya gak cuma cowo yang boleh telanjang dada, cewe juga harus boleh, dll, itu semua adalah buah pemikiran-pemikiran BODOH yang melupakan esensi utama dari gender equality yang harusnya mengarah ke memajukan kaum gender yang mau diequalkan. (Tentang ini Gal Gadot setuju dengan gua, bisa cek di postingan instagramnya dia yang ini  https://www.instagram.com/p/BgFkXHQgD1I/?utm_source=ig_web_button_share_sheet.) Hal-hal itu adalah hal-hal pointless yang gak ada juntrungannya untuk diperjuangkan. Justru kita bisa ngeliat dari sini bahwa inilah cara kerjanya iblis dalam dunia ini, perlahan tapi pasti merusakkan moral orang-orang di dunia ini melalui sesuatu yang sebetulnya bagus. Kita semua harus bisa liat bahwa itulah salah satu hidden agendanya iblis. Dia membuat segala sesuatunya seems makes sense dan acceptable tapi kalo kita telaah baik-baik itu semua membawa kita kepada kehancuran dan dosa.

Jadi gimana gender equality harusnya? Ya membawa ke hal-hal yang lebih baik buat both gender. Kalo dari aspek emosional ya kayak tadi gua bilang, biarin cowo lebih bebas mengekspresikan perasaannya tanpa harus dijudge lemah, dan  biarin cewe dapet dorongan agar mau jadi pribadi yang tough gak gampang nangis dan strong mental untuk bertahan tanpa terlalu cepat ngandelin orang lain tapi berusaha sendiri dulu. Lebih luas lagi kalo dari aspek pencapaian, biarin cewe berambisi untuk mencapai kemampuan terbaik yang dia bisa dalam karir ataupun study, atau dari aspek kesehatan fisik biarin cewe ikutan body building dan strengthening untuk ketahanan dan kekuatan fisiknya apapun motivasinya, dari segi professional biarin cowo masuk ke ranah bisnis cewe macem fashion, make up, dance, dll kalo memang itu adalah talentanya, sebaliknya pula untuk cewe; dari segi keluarga, berikan tanggung jawab dan asah kemampuan cowo-cowo untuk masak atau bersih-bersih dan ngurus serta ngerawat anak, bukan tugas mamanya doang, dan sebagainya. Itulah yang harusnya menjadi agenda utama dalam gender equality, melepaskan tradisi dan stereotip gender yang ada sejak dahulu untuk hal-hal yang mengarah kepada kemajuan.

Gimana kalo dari sudut pandang kristennya? Banyak orang-orang yang masih mikir bahwa dalam ranah agama, perempuan masihlah masyarakat kelas dua, masih di bawah laki-laki, well gua berbeda pendapat dalam hal itu. Gua memang bukan expert atau semacamnya, tapi dari yang gua baca di Alkitab Tuhan Yesus pun adalah pribadi yang mengangkat martabat dan kelas sosial perempuan untuk menjadi setara dengan laki-laki. Contohnya adalah ketika Dia nyelamatin cewe yang hampir dirajam batu karena ketangkep basah lagi berzinah di Yohanes 7:53-8:11. Pada saat itu masyarakat Yahudi selalu memberatkan kesalahan di pihak perempuan dalam dosa perzinahan, seolah-olah gak ada patisipasi dari pihak laki-lakinya. Tapi ngga begitu di mata Tuhan Yesus, di mata Dia gak peduli apa gendernya kalo ada yang berbuat dosa maka orang itu hina dan bersalah di mata Tuhan. Begitu juga dalam konteks pengampunan kayak yang jadi fokus utama di perikop ini, di mata Tuhan semua layak dapet pengampunan, dapet second chance, gak peduli dia cewe atupun cowo, karena yang terpenting adalah hati yang bener-bener menyesali perbuatannya dan sungguh-sungguh mau berubah.

Kisah lainnnya yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus menyetarakan gender dengan mengangkat perempuan selama masa hidupnya adalah bagaimana Dia gak hanya rajin melayani dan menyelamatkan perempuan-perempuan di jaman itu dengan mujizatnya, tapi setelah itu Dia pun mengijinkan perempuan-perempuan tersebut mengikutiNya untuk jadi murid-muridNya. Makanya kita bisa liat sederet nama perempuan yang selalu nimbrung ke manapun Tuhan Yesus pergi, contohnya Maria-Maria yang beda nama belakang doang yang sampe sekarang pun gua gak hafal-hafal selain Maria Magdalena. Tuhan mengangkat status sosial mereka dengan melibatkan mereka dalam pelayananNya. Gak jarang juga dalam kisah-kisah pelayananNya Tuhan muji iman dan eksistensi perempuan, misal ketika seorang janda kasih persembahan dari yang terbaik yang dia punya (Lukas 21:1-4), kerendahan hati seorang perempuan berdosa yang ngebasuh kaki Tuhan Yesus dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya (Lukas 7:36-50), kisah serupa yang dilakukan Maria (Yohanes 12:1-8).

Dan contoh paling jelas tentang kefeministan Tuhan Yesus adalah ketika BAHKAN berita terpenting dalam sejarah dunia ini pun yaitu tentang kebangkitan Tuhan Yesus ‘dititipkan’ pada perempuan! Kita semua pasti tau kisahnya ketika Maria-Maria itu datang ke kubur Tuhan Yesus subuh-subuh untuk bawa rempah-rempah (Lukas 24:1) terus merekalah saksi-saksi pertama yang menemukan bahwa batu kubur udah terguling dan kubur Tuhan Yesus terbuka, mayat Tuhan Yesus udah gak terbaring di dalamnya lagi (Lukas 24:2-3), lalu gak lama kemudian 2 malaikat dateng dan memberitakan kabar kebangkitan Tuhan Yesus ke mereka (Lukas 24:4-7), yang akhirnya mendorong mereka untuk membagikan kabar sukacita itu ke murid-murid Tuhan Yesus yang lain (Lukas 24:9). Harusnya kita bertanya-tanya dong, kenapa Tuhan Yesus memilih perempuan untuk membawa dan meneruskan berita sepenting itu? Kenapa gak murid-muridNya aja? Budaya pada saat itu perempuan gak didengerin kalo ngomong, gak dianggep keberadaannya dan kesaksiannya, lalu kenapa Tuhan segegabah itu bertindak? Kalo gua pribadi ngeliat kejadian ini salah satu alasannya adalah sebagai bentuk support Tuhan Yesus atas eksistensi kaum perempuan di dunia kekristenan.

Masih banyak lagi kisah-kisah lain di Alkitab yang merupakan bukti bahwa Tuhan Yesus mengasihi perempuan sebesar mengasihi laki-laki, dan berkenan memakai perempuan sebanyak dan sepenting ia berkenan memakai laki-laki dalam kegiatan pelayanNya. Semua adalah kisah-kisah yang disoroti karena Tuhan Yesus ingin menjadikan iman perempuan-perempuan pada jaman itu sebagai TELADAN di hadapan murid-muridNya.

Karena pada dasarnya di mata Tuhan Yesus bukan gender yang menjadi sorotan utama, tapi iman (Matius 15:28, Lukas 7:9), penghormatan dan ketakutan akan Tuhan, serta kekudusan hidup. Bagi Tuhan Yesus semua gender setara, karena semuanya sama-sama memiliki peranan penting dalam membawa kemuliaan bagi Dia melalui pelayanan-pelayanan yang ada di dunia ini.

Jadi kalo ke depannya kita ngeliat trend-trend baru terkait gender equality pake otak kita untuk mengkritisi apakah hal tersebut merupakan hal yang benar untuk diperjuangkan dalam ranah gender equality. Apakah hal tersebut bener-bener bakal ngebawa kemajuan buat kita apapun itu gendernya atau justru menjatuhkan kita? Kalo emang memajukan ya perjuangkanlah, kalo menjatuhkan ya buang jauh-jauh dan ignore it.

Bagi gua pribadi, gender equality itu adalah kesempatan untuk seorang manusia dilepaskan dari stereotip dan kodrat gender untuk mengekspresikan dirinya baik melalui karakter dan kepribadiannya, talentanya, kemampuannya, dan kesempatan-kesempatan yang ada di depannya – tanpa harus dijudge oleh society – semata-mata agar dia dapat memaksimalkan seluruh kemampuan dan potensi yang dia punya. Karena pada dasarnya Tuhan gak kasih SOP khusus bagaimana peranan dan tugas gender dalam hidup di dunia ini. Semua itu hanya bentukan manusia sepanjang jaman. Maka semua itu pun bersifat fleksibel dan harusnya disesuaikan dengan kondisi kehidupan setiap individu dengan latar belakang dan modal yang dia punya. Selamat menghidupi faham gender equality dengan benar, Tuhan memberkati~

Comments

Popular posts from this blog

He Was My Father, Yet Never Was My Dad

Setahun udah berlalu sejak papa dipanggil Tuhan secara mendadak. Sebetulnya pengen pura-pura selalu tersenyum aja dan bilang bahwa aku Ikhlas Tuhan panggil papa pulang ke pangkuanNya. Tapi salah satu ciri kedewasaan dalam beriman adalah ketika kita terbuka akan apa yang kita rasakan, kita alami. Dan di postingan ini gua pengen cerita, rasanya punya papa seorang hamba Tuhan, dan rasanya ketika papaku diambil secara tiba-tiba tanpa kesempatan utk say goodbye . Persepsi umum yang orang-orang punya kalo ngeliat anak yang orang tuanya seorang pendeta atau hamba Tuhan pasti “enak”, “baik”, “beruntung”, “aman (secara kerohanian)”, padahal udah jadi rahasia umum kalo justru anak pendeta biasanya rusak-rusak, entah karena jadi target utamanya si iblis untuk nyerang pelayanan Tuhan lewat keluarga hambaNya, ataupun karena, ini yang gua personally rasain, ayah/ibunya yang adalah hamba Tuhan justru terlalu asik melayani di luar hingga anaknya sendiri ditelantarin. Gua yang mana? This is the ug...

“Orang Bule Pasti Suka”

Beberapa hari yang lalu gua pergi ke salon sesuai rencana yang udah gua idam-idamkan selama gua Dinas Luar Kota (DLK) sebelumnya. Wajib hukumnya untuk pijet dan luluran setelah berhari-hari mondar mandir dijemur di bawah matahari. Udah pake sunblock , udah pake topi, manset, dll, tapi tetep, rasanya lebih bersih kalo dilulur dan dipijet, bikin badan rileks lagi. Sambil mbak-mbaknya melototin setiap senti badan dan rambut gua selagi treatment, sebuah kalimat yang udah ribuan kali gua denger diucap sama dia: “Mbaknya eksotis ya, orang bule pasti suka.” Heeemmmmmmmm……. Gimana yaa…… Ijinkan gua menjelaskan levels of impression yang gua miliki dari awal banget gua denger kalimat itu hingga sekarang setelah hampir 28 tahun hidup sebagai cewe berkulit sawo matang: Merasa ragu: “masa sih bule senengnya kayak gua? Gua item dekil begini apa menariknya di mata mereka?” Merasa bangga: “wahh kelas gua kelas bule. Kalo gua ketemu bule fix orang bule bakal naksir gua.” Merasa bosan: “iye iy...

Review Film Adrift

Satu lagi produk media yang mau gua review  terkait poin survival  yaitu film Adrift yang dimainin oleh Shailene Woodley (lah sama ya sama yang main Divergent). Kalo kalian nonton film ini gua gak yakin kalian bakal suka karena abang gua pun pas nonton ini katanya dia ngerasa ngantuk dan bosen banget sampe dia akhirnya ketiduran gak nonton film ini sampe habis. Huft.  Memang kalo diliat berdasarkan plot ceritanya sangat berpotensi ngebuat bosen sih karena alur ceritanya campuran yaitu mix antara flashback dan present . Sesungguhnya gua paling gak suka alur cerita yang kayak gitu, gua lebih suka fokus aja di present  kalo mau flashback  untuk jadi bahan plot twist  aja atau di moment-moment  tertentu. Tapi pas gua ngeliat poin survival  di film ini akhirnya gua mengesampingkan selera gua dan fokus ngikutin film ini dari awal sampe akhir, dan gua suka banget. (Sumber: website AVForums) Film ini bercerita tentang seorang perempuan bern...