Skip to main content

Masculine VS Feminine Energy

Astaga, terakhir nulis blog 2 tahun lalu dong :’’’’’’’’’) Ketawan udah kepalang stress sama kerjaan kantor jadi otaknya mandek, susah dapet inspirasi. Tapi berhubung saat ini agak gak bisa tidur dan tiba-tiba punya dorongan untuk ngeshare topik ini, jadi mari kita nulis.

Gua adalah orang yang seneng banget terlahir jadi perempuan. Jujur, kalo dikasih kesempatan untuk ulang atau reinkarnasi nanti (which is gak akan ada ya) gua akan tetep pilih terlahir jadi perempuan. Banyak benefitnya, salah satunya topik yang mau gua bahas ini. Masculine VS Feminine Energy, alias energi maskulin dan feminim.

Masculine dan feminine energy yang gua maksud di sini bukan yang ada di link ini ya, itu ranahnya anak psikologi kayaknya. Gua lebih mau fokus di ranah komunikasinya alias gimana kita mengindikasikan kedua energi itu baik dari Bahasa verbal (kata-kata) ataupun non-verbal (gestur) kita.

Bayangin cowo, baik ketika lagi ngomong, jalan, duduk, ataupun berpakaian. Biasanyaaaa, cowo itu kalo ngomong suaranya dalem, irit alias gak banyak ngomong, kalo texting juga gak ekspresif, ala kadarnya doang, kalo jalan langkahnya tegas dan lebar, kalo duduk agak bungkuk dan ngangkang, kalo berpakaian tuh seadanya yang penting nyaman. Itu ciri-ciri yang gua ambil dari cowo kebanyakan yaa... Yang dibilang maco banget. Gua sebut itu masculine energy, atau energi maskulin.

Nah, sekarang bayangin cewe kalo lagi ngomong, jalan, duduk, dan berpenampilan. Kebanyakan cewe itu kalo ngomong nadanya agak tinggi tapi tetep dengan volume lembut, banyak ngomong alias cerewet, texting juga rame pake emot, murah senyum, kalo jalan langkahnya kecil-kecil dan agak tertatih-tatih, kalo duduk kakinya nutup dan punggungnya tegap, kalo berpenampilan rambutnya rapi, pake makeup natural yang bersih, trus pakaiannya cenderung warna-warna cerah. Itu tipe cewe yang feminim yang dijadiin standar ideal seorang perempuan. Itu yang gua sebut feminine energy atau energi feminim.

Pada dasarnya baik cewe ataupun cowo punya 2 energi ini dalam diri mereka, tapi biasanya kalo cowo banyakan masculine energynya sedangkan cewe itu banyakan feminine energynya. Cuma dari observasi gua cewe agak lebih leluasa untuk eksplor 2 energi itu dalam diri dia, karena toh kalo dia banyakan masculine energynya disebutnya tomboy, kalo dia banyakan feminine energynya disebutnya feminim. Both ways wajar-wajar aja.

Sedangkan cowo kalo kebanyakan masculine energynya disebutnya ideal, karena maco. Tapi kalo kebanyakan feminine energynya tendensinya dia disebut metropolitan, kemayu, atau worst, banci. Dalam hal ini gak adil kan… That’s why dalam penggunaan 2 energi ini perempuan cenderung lebih diuntungkan.

Tapi bukan itu yang mau gua bahas di tulisan ini.

Gua lagi pengen sharing pengalaman gua sebagai seorang perempuan yang bebas eksplor dan mengekspresikan 2 energi itu di situasi-situasi tertentu dengan objektif untuk memudahkan hidup gua.

(Some people gak akan nyangka gua suka bunga-bungaan)
Buat sebagian orang, kalo ditanya gua itu orangnya gimana, ada yang bakal jawab kalo gua itu galak, nyablak, bossy, jutek, brangasan, terlalu independent, pokoknya tomboy banget deh. Tapi buat sebagian orang lain gua dianggep sosok yang manja, bubbly, sentimental, soft, goofy, yang intinya feminim atau bahkan centil banget (nah loh).

Kok bisa gitu? Gua berkepribadian ganda dong? Nope, itu lah contoh gua selama ini me-’mainkan’ dua energi dalam diri gua baik maskulin dan feminim. Semua itu disesuaikan sama situasi atau orang yang lagi gua hadapi. Jadi kapan gua pake energi maskulin dan kapan gua pake energi feminim?

Sebelumnya intermezzo dikit. Pada inget gak pelajaran biologi SMP tentang cara hewan melindungi diri ketika dalam keadaan bahaya? Misalnya bunglon bakal mimikri sama lingkungan di sekitarnya, cumi bakal keluarin tinta, sigung bakal kentut yang super bau, kobra bakal nyemprotin bisa dari mulutnya, itu namanya defense mechanism atau mekanisme perlindungan diri.

  • Masculine Energy

Nah biasanya gua akan pake energi maskulin dalam situasi dimana gua merasa gak nyaman ataupun gak aman, ini adalah bentuk defense mechanism gua. FYI, sekali lagi gua bilang ya, gua bukan anak psikologi, jadi kalo pemakaian istilahnya kurang tepat ya mohon maap. Karena yang gua maksud di sini bukan defense mechanism dari pikiran atau perasaan negatif versinya anak psikologi, tapi defense mechanism yang kayak percontohan hewan-hewan di atas tadi. Defense mechanism dalam artian sebuah strategi melindungi diri dari ancaman atau bahaya di sekitar.

3 situasi di mana gua biasanya memakai masculine energy gua adalah ketika gua mau menghindari intimidasi, ketika gua lagi berusaha ‘mengusir’ secara halus orang yang gua gak suka, dan ketika gua lagi mau mengontrol sebuah situasi yang membutuhkan decision making. Di situ gua akan memakai atribut masculine energy gua, mulai dari ngomongnya dengan nada yang agak rendah, deep, dan pelan, raut mukanya datar atau cenderung jutek, tatapan matanya tajem atau bahkan galak, ngomong seperlunya dan cenderung terus terang, tanpa filter, sampe kadang orang bisa tersinggung kalo gua udah dalam mode itu.

1. Masculine Energy VS Intimidasi

Situasi pertama yaitu menghindari intimidasi, itu sering gua hadapi di rumah sendiri wkwkwkk. Berhubung gua lahir di keluarga yang sering gontok-gontokan dan sering menjatuhkan dalam berargumen jadi gua memakai masculine energy gua untuk mempertahankan posisi gua. Makanya orang rumah taunya gua itu orangnya galak, keras kepala, brangasan. Sampe almarhum bokap aja kaget ketika ngeliat gua pas pelayanan di luar tiba-tiba gua jadi Risti yang anggun, perhatian, dan penyabar. Dia pikir sisi gua yang dia lihat di rumah itu adalah yang gua bawa keluar.

Dalam situasi ini gua memakai masculine energy gua untuk menunjukkan power bahwa gua gak gampang ditindas. Dengan bersikap ‘galak’ dan ‘keras kepala’ orang jadi sungkan untuk merendahkan gua.

2. Masculine Energy to make some people stay away

Situasi kedua adalah ketika gua berusaha ‘mengusir’ orang yang gua gak suka, masculine energy ini bisa gua terapkan baik ke orang yang gua dislike alias kesel, ataupun gua uninterested alias gak tertarik, dan juga bahkan ke preman-preman di jalan yang suka minta duit baik dengan ngamen ataupun ngemis. More like ‘stay away from me’ vibe lah.

Di sini gua akan menghilangkan sisi friendliness gua supaya orang-orang tersebut gak betah lama-lama berinteraksi atau deket-deket sama gua dan akhirnya mengembalikan personal space atau safe distance yang gua butuhin dari mereka.

3. Masculine Energy to be in control

Situasi ketiga, gua akan menggunakan masculine energy untuk mengontrol sekelompok ataupun seseorang. Ini biasanya gua lakukan either karena gua lagi mau membuat orang (/orang-orang) itu segan sama gua (biasanya kalo dia lebih muda dari gua), ataupun karena gua merasa orang (/orang-orang) yang ada di sekitar gua itu gak bisa diandalkan (baik sepantaran ataupun lebih tua dari gua), sehingga gua merasa lebih baik gua yang in charge dalam situasi itu demi mengamankan situasi yang akan datang nanti.

Dalam hal ini gua merasa masculine energy sangat dibutuhkan sebagai bagian dari leadership skill seseorang. Karena tanpa sadar orang akan lebih percaya dan merasa aman dipimpin sama sosok yang punya masculine energy lebih dominan dibanding feminine energy yang cenderung bakal dianggap lenje. Sehingga ketika gua lagi mau memimpin atau mengontrol sesuatu, gak cuma cara bicara dan kosakata gua yang berubah, tapi juga kecepatan pergerakan gua dan cara berpikir gua. Lebih sat-set-sat-set dan strategis demi orientasi memecahkan masalah.

  • Feminine Energy

Nah, di sisi lain, gua akan pake feminine energy atau energi feminim gua dalam 3 situasi, pertama situasi di mana belum saling kenal, yang kedua ketika gua pengen dapetin sesuatu dari pria-pria patriarkis garis keras, dan yang ketiga ketika emang gua udah merasa nyaman dan aman sama seseorang. Dalam situasi-situasi ini pitch bicara gua cenderung meninggi biar terkesan antusias dan imut (ewww), gua akan all smiley biar terkesan ramah, make-upan, pake baju yang modis, menarik, dan colorful, rambut harus rapi, berusaha humoris (walau akhirnya malah jadi garing), agak keluarin sisi manja atau merajuk biar terkesan lemah lembut dan butuh dilindungi ala-ala cewe-cewe di drakor, dan lain-lain. Pada dasarnya gua akan memakai feminine energy ini untuk membuat orang tertarik dan merasa nyaman di dekat gua.

1. Feminine Energy to attract people

Situasi pertama, yaitu surface branding, di suatu lingkungan asing, di mana gua belum terlalu kenal sama orang-orang yang ada di sekitar gua, di situ gua memilih untuk jadi versi paling feminim gua. Kenapa gitu? Karena usually it works untuk memberikan first impression yang bagus di mata orang-orang. Balik lagi, karena society punya standar dalam perilaku gender kayak yang gua jelasin di atas tadi. Being all friendly, caring, dan approachable itu umumnya qualities yang lebih menarik ketika dimiliki seorang perempuan ketimbang cuek dan jual mahal. Beda kalo kasusnya itu cowo. Umumnya, cowo yang diem-diem, misterius, dan dingin itu biasanya lebih menarik perhatian dibanding mereka yang banyak ngomong dan banyak aksi.

Untuk strategi ini biasanya gua lakuin pas gua lagi masuk lingkungan baru, kayak kantor baru, komunitas baru, atau dalam pelayanan yang mana gua bertanggung jawab untuk welcoming jemaat baru. Gua akan cenderung pake feminine energy dalam situasi ini.

2. Feminine Energy to satisfy Man’s ego

Situasi kedua, yaitu ketika gua berhadapan sama sosok-sosok laki-laki yang gua ‘baca’ dari perawakan dan gerak geriknya adalah tipe cowo patriarkis garis keras. Cowo-cowo kayak gini akan cenderung melembut dan kooperatif ketika lawan bicaranya cewe yang feminim karena mereka punya ego sebagai laki-laki untuk diandalkan dan juga untuk melindungi sosok-sosok cewe yang lemah dan dependent. Fun fact ini jurus jitu ketika gua berhadapan sama aparat LOL!

Contohnya dulu pas gua masih kerja di RTV. Gua pernah ditempatin di program di mana gua harus survey ke kantor-kantor aparat dan minta perijinan untuk shooting baik ketemu langsung ataupun via call. Gua yang sebelumnya ke kantor aut-autan, setiap dapet jadwal survey pasti bakal langsung dandan dan berpenampilan sefeminim mungkin. Karena terbukti, hidup gua dimudahkan baik dengan penampilan yang ‘menarik’ ataupun dengan cara bicara yang bermanja-manja. Sumpah gua sendiri sering geli kalo denger cara bicara gua ke mereka-mereka ini, sok imut dan sok lemah banget. Baik yang ketemu langsung ataupun yang hanya telfonan mostly jadi sangat kooperatif ketika gua pake feminine energy gua.

Contoh lainnya pas gua pernah dipinggirin sama polisi pas gua gak sengaja lewat jalur ganjil genap, di tanggal genap, sedangkan plat gua ganjil. Dengan satu tarikan nafas, gua yang selalu nyetir pake masculine energy langsung switch ke feminine energy ketika buka kaca jendela untuk diinterogasi sama polisinya. Dengan jurus-jurus manja, sopan, ramah, ngeles to the max, dan minta dikasihani, gua bisa lolos tanpa denda ataupun dibawa ke sidang tilang. Nice! Di sinilah gua merasa feminine energy cenderung memudahkan hidup.

3. Feminine Energy because of who they are to me

Situasi ketiga, gua akan pol-polan pake feminine energy gua ketika gua emang udah ngerasa aman dan nyaman sama orang (/orang-orang). Bagi gua, menunjukkan sisi feminim gua berarti menunjukkan sisi lemah gua. Apa lagi dalam situasi ini biasanya gua selain manja, bakal needy kayak gelayotan, tiba-tiba jadi kayak anak SD alias sok imut, sentimental yang gampang nangis, jadi soft karena gampang terenyuh sama hal-hal tertentu, fearful alias gampang takut sama sesuatu, dan lain-lain.

That’s why inilah sisi feminim paling candidnya gua yang jarang gua umbar ke orang-orang unless gua udah bener-bener percaya bahwa kalo gua tunjukin sisi ini ke dia/mereka, dia/mereka gak akan take it for granted atau bahkan memanfaatkan sisi-sisi lemah gua itu untuk merugikan gua.

  

Menurut gua sebagai manusia yang punya 2 energi ini dalam diri kita, penting untuk kita menguasai 2 energi ini demi menjaga diri kita untuk tetap dalam kondisi paling aman dan nyaman. Analisa kapan kira-kira kita perlu menggunakan masculine energy kita, kapan kita perlu menggunakan feminine energy kita. Karena jujur ketika gua udah ngerti kapan, di mana, dan sama siapa gua harus menggunakan 2 energi itu, mostly gua bisa menempatkan diri dalam kondisi yang aman.

Based on my experience, dengan menggunakan masculine energy gua di tempat umum kayak di transportasi umum gua bisa menghindari yang namanya pelecehan seksual dan meminimalisir cat calling. Karena predator-predator seksual yang berkeliaran bebas di tempat umum sebelum nyari korban bakal liat-liat dulu mana yang gelagatnya bisa di’manfaatin’. Kalo kita nunjukin gelagat feminine energy kita, kita akan terlihat lemah dan menarik untuk jadi sasaran empuk orang-orang kayak gitu.

Sebaliknya di situasi yang lain akan lebih susah untuk dapetin apa yang gua mau kalo gua pake masculine energy, karena gua akan keliatan tough dan kurang merunduk sama target gua. Tapi dengan menggunakan feminine energy, biasanya it will be easier for me to get what I want. Jadi, tinggal atur nada bicara, sorot mata, dan gerak tubuh kita aja untuk dapetin simpati dari orang-orang yang kita targetin.

Trust me, they work effectively!

Gua gak tau ya kalo untuk cowo baiknya gimana untuk memanfaatkan 2 energi ini, tapi kalo untuk cewe, coba deh tips-tips yang gua udah pernah lakuin itu, just master both of these energies, and you’ll good to go to.

Jangan berpikir “Ih, curang itu namanya!” Eits, jangan lupa kalimat kalimat Tuhan Yesus di Matius 10:16 “…hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” Kayaknya ayat ini cukup relevan untuk konteks memaksimalkan 2 energi ini sebagai jalan kemudahan dan keamanan hidup. Asalkan jangan dipake untuk hal-hal yang gak bener yaaaa… Sewajarnya aja kita manfaatin trik-trik ini.

 

Comments

Popular posts from this blog

He Was My Father, Yet Never Was My Dad

Setahun udah berlalu sejak papa dipanggil Tuhan secara mendadak. Sebetulnya pengen pura-pura selalu tersenyum aja dan bilang bahwa aku Ikhlas Tuhan panggil papa pulang ke pangkuanNya. Tapi salah satu ciri kedewasaan dalam beriman adalah ketika kita terbuka akan apa yang kita rasakan, kita alami. Dan di postingan ini gua pengen cerita, rasanya punya papa seorang hamba Tuhan, dan rasanya ketika papaku diambil secara tiba-tiba tanpa kesempatan utk say goodbye . Persepsi umum yang orang-orang punya kalo ngeliat anak yang orang tuanya seorang pendeta atau hamba Tuhan pasti “enak”, “baik”, “beruntung”, “aman (secara kerohanian)”, padahal udah jadi rahasia umum kalo justru anak pendeta biasanya rusak-rusak, entah karena jadi target utamanya si iblis untuk nyerang pelayanan Tuhan lewat keluarga hambaNya, ataupun karena, ini yang gua personally rasain, ayah/ibunya yang adalah hamba Tuhan justru terlalu asik melayani di luar hingga anaknya sendiri ditelantarin. Gua yang mana? This is the ug...

“Orang Bule Pasti Suka”

Beberapa hari yang lalu gua pergi ke salon sesuai rencana yang udah gua idam-idamkan selama gua Dinas Luar Kota (DLK) sebelumnya. Wajib hukumnya untuk pijet dan luluran setelah berhari-hari mondar mandir dijemur di bawah matahari. Udah pake sunblock , udah pake topi, manset, dll, tapi tetep, rasanya lebih bersih kalo dilulur dan dipijet, bikin badan rileks lagi. Sambil mbak-mbaknya melototin setiap senti badan dan rambut gua selagi treatment, sebuah kalimat yang udah ribuan kali gua denger diucap sama dia: “Mbaknya eksotis ya, orang bule pasti suka.” Heeemmmmmmmm……. Gimana yaa…… Ijinkan gua menjelaskan levels of impression yang gua miliki dari awal banget gua denger kalimat itu hingga sekarang setelah hampir 28 tahun hidup sebagai cewe berkulit sawo matang: Merasa ragu: “masa sih bule senengnya kayak gua? Gua item dekil begini apa menariknya di mata mereka?” Merasa bangga: “wahh kelas gua kelas bule. Kalo gua ketemu bule fix orang bule bakal naksir gua.” Merasa bosan: “iye iy...

Review Film Adrift

Satu lagi produk media yang mau gua review  terkait poin survival  yaitu film Adrift yang dimainin oleh Shailene Woodley (lah sama ya sama yang main Divergent). Kalo kalian nonton film ini gua gak yakin kalian bakal suka karena abang gua pun pas nonton ini katanya dia ngerasa ngantuk dan bosen banget sampe dia akhirnya ketiduran gak nonton film ini sampe habis. Huft.  Memang kalo diliat berdasarkan plot ceritanya sangat berpotensi ngebuat bosen sih karena alur ceritanya campuran yaitu mix antara flashback dan present . Sesungguhnya gua paling gak suka alur cerita yang kayak gitu, gua lebih suka fokus aja di present  kalo mau flashback  untuk jadi bahan plot twist  aja atau di moment-moment  tertentu. Tapi pas gua ngeliat poin survival  di film ini akhirnya gua mengesampingkan selera gua dan fokus ngikutin film ini dari awal sampe akhir, dan gua suka banget. (Sumber: website AVForums) Film ini bercerita tentang seorang perempuan bern...