![]() |
(Sumber: https://www.trainingzone.co.uk/develop/business/what-is-a-sadel-organisation-and-why-should-you-transition-towards-this-model) |
Di postingan sebelumnya, gua
membahas tentang bagaimana semakin ke sini dunia semakin berusaha menghapuskan
agama karena agama dianggap hanya membangun sekat-sekat pembatas untuk mejaga
persatuan humanity. Lebih baik
menjadi orang yang bermoral baik namun tidak beragama dari pada fanatik beragama
namun perbuatannya gak in line dengan
apa yang diucapkan berdasarkan pengajaran-pengajaran agamanya. Adakah fungsi
lain dari agama selain mendidik seseorang untuk berbuat baik?
Jawaban dari pertanyaan tersebut
adalah: ada. Ada satu yang orang-orang lewatkan dari fakta ketika seseorang
beragama, yaitu bahwa pada dasarnya semua manusia adalah makhluk yang tendensinya
menyembah sesuatu, bergantung terhadap sesuatu, menunjukkan ketidakberdayaannya
dan bersandar terhadap sesuatu. Gak percaya? Coba liat film-film Hollywood. Berapa
banyak film yang ngebahas tentang “the
one who’s gonna save us all” ? Mulai dari manusia biasa macam Tris dalam
film Divergent Trilogy, manusia magis macam Harry Potter di film serinya,
ataupun yang literally superhero
macam terbitan Marvel dan DC Comics. This
world is looking for a God whom they can worship to, this world is looking for
a God to save them from the struggles and sufferings of their lives.
Selain itu, let’s say indikasi dari kita menyembah sesuatu itu adalah pikiran
kita dikuasai oleh hal tersebut, rasanya ingin menghabiskan waktu berlama-lama
dengan hal tersebut, kita rela memberikan waktu, energi, dan segala kemampuan
kita untuk hal tersebut, kita merasa hampa dan tak berdaya tanpa hal tersebut,
sebaliknya kita merasa complete dan
aman ketika kita memiliki hal tersebut. Coba, apa yang terpikirkan di benak lo
saat ini yang bisa menggantikan kata “hal tersebut” di atas? Ortu? Pasangan? Duit?
Karir? Study? HP? Keindahan tubuh kita? Atau bahkan diri sendiri? Seperti kepintaran
kita, kemampuan kita, dll? Semuanya bisa bangett. Jadi kalo atheist dan yang
sejenisnya bilang mereka gak punya tuhan, itu omong kosong, karena sebetulnya
yang menjadi tuhan atas hidup mereka itu adalah wordly things seperti yang gua sebutin di atas. To worship something, is a very natural
behavior of human being. Dan kita bisa mewujudkan hal tersebut secara nyata
dan memuaskan hasrat penyembahan kita itu hanya ketika kita beragama dan
memiliki tuhan yang benar wujudnya sebagai tuhan. Inilah sisi kepuasan
psikologis dalam beragama. Kita tau kita gak sendirian, dan kita bisa
bergantung sama some kind of higher power
yang kita percaya sebagai tuhan kita dalam agama yang kita anut.
Nah permasalahannya sekarang
adalah kalo memang beragama itu adalah wujud nyata natur manusia untuk
menyembah sesuatu, lalu gimana dengan permasalahan yang dateng akibat beragama,
yaitu tentang penyekatan, merasa hidupnya dikontrol oleh agama tersebut, dll?
Lucunya suatu waktu ketika gua
lagi surfing Youtube dan
nonton-nonton video yang muncul di home
channel gua, gua nemuin video yang diupload
sama Buzzfeed tentang agama, specifically
agama Kristen. Bisa diakses di link ini videonya https://www.youtube.com/watch?v=g-nE-zrIhKc.
Di situ intinya si intervieweenya
bercerita bahwa dia dan suaminya awalnya pelayan aktif dari sebuah gereja besar
di Amerika Serikat. Hidup mereka didedikasikan sepenuhnya untuk pelayanan
tersebut bahkan sampe menjadi profesi mereka. Hingga suatu ketika mereka melawati
sebuah kesulitan dalam kehidupan mereka, dan mereka sefrustasi itu bagaimana
caranya untuk menyudahi kesulitan itu dan segera bisa hidup layaknya yang
mereka harapkan. Mereka minta tolong ke Tuhan, mereka berdoa terus menerus ke
Tuhan, tapi justru mereka merasa seruan mereka ke Tuhan seolah-olah sia-sia dan
gak mendatangkan hasil apapun. Hingga akhirnya singkat cerita mereka menjadi
atheist karena selain dari mereka merasa beragama gak menyelesaikan atau gak
memberi solusi atas permasalahan hidup mereka, mereka juga mengatakan bahwa ketika
bergabung dalam sebuah komunitas gereja mereka merasa diharuskan untuk tunduk
kepada konformitas yang ada dan ikut arus tanpa boleh meragukan sedikit pun
dari pengajaran yang ‘dicekokkin’ ke mereka. That sounds...stupid. Bagian mananya yang stupid? Bagian kalimat ini yang paling-paling ngebuat gua ketawa:
“...if I’m good
enough, or if I pray enough, if I believe enough, than I get blessings, I get a
baby, or a good life”
I mean,...whuttt????? Apakah lo bener-bener berpikir Kristen
sebatas dan semurah itu? Kalo tindakan-tindakan yang dia sebutkan itu yang
mengindikasikan sebuah agama menjadi agama, maka gua berani bilang Kristen itu
bukan agama! Kekristenan itu bukan tentang apa yang lo lakuin (doing), ataupun bagaimana diri lo
menjadi seorang Kristen (being). Inti
dari kekristenan itu adalah relasi dengan Tuhan, kepada Allah Tritunggal.
Kepada Bapa, kepada Yesus, kepada Roh Kudus. Itu startnya, itu prosesnya. Masalah nanti lo harus ngapain di tengah-tengah
berelasi dengan Tuhan dan harus jadi orang yang gimana itu adalah outcome dari keintiman relasi lo dengan
Kristus.
Terus, terkait berkat, interviewee itu berkata seolah-olah
menjadi seorang Kristen seharusnya menjamin lo untuk terhindar dari ujian-ujian
kehidupan, atau setidaknya gak berlama-lama lah melewati ujian tersebut, karena
dengan berdoa ke Tuhan pasti Tuhan langsung bantu lepasin lo dari ujian itu dan
mencurahkan lo berkat yang melimpah sebagai ganti lo udah bertahan melewati
ujian itu. Lah itu pengikut Tuhan atau anak bayi? Manja banget. Jangan salah,
kenyataannya menjadi seorang Kristen justru akan ngebuat lo smakin banyak diuji
di dunia ini. Loh emangnya Tuhan lo siapa? Apakah Tuhan lo model Tuhan yang
duduk-duduk ongkang-ongkang kaki sambil pake mahkota 100000 karat dan jenggot dikepang
di singgahsanaNya di surga? Yang mager alias males gerak terus nyuruh-nyuruh
malaikatNya untuk ngerjain semua keperluanNya? Bukaaann. Tuhan lo itu Yesus,
yang turun dari surga, meninggalkan semua kemewahan dan kenyamanan surga, untuk
menyelamatkan manusia yang gak tobat-tobat hidup di dunia ini dengan cara turun
ke dunia dan menjadi manusia, sama persis kayak kita (Filipi 2:6-8). Tahun
hidupnya juga 365 hari di dunia, dia juga kelaperan (Matius 4:2), kehausan (Yohanes
19:28), kecapean (Yohanes 4:6), diusir (Markus 5:17), disuzodnin sama orang
(Lukas 5:21), emosi (Matius 21:12-13), dll, He
was completly human. Dan kalo itu belom cukup menderita, ending hidupnya Dia bahkan setragis dan
seburuk any other human being could
possibly experienced, Dia disiksa, literally
disiksa, dicambukin, dipukulin, dihina-hina, didorong, dan klimaksnya dipaku di
atas kayu salib. Dan Dia melewati itu semua dalam wujud 100% manusia, tanpa
neko-neko “ah gua pake kekuatan anti rasa sakit ah” atau “ah gua cepetin aja
lah langsung ke fase kebangkitan”. Dia merasakan dan menerima seluruh rasa
sakit yang ditimbulkan dari cambukkan-cambukkan dan siksaan yang ada. Terus
udah punya Tuhan yang mengalami itu semua, lo sebagai pengikutnya protes gitu
dapet sedikit ujian hidup? Ya cari tuhan lain aja kalo gitu sih. Cari tuhan
mana yang hidupnya santai-santai aja, mujur-mujur aja, bahagia-bahagia aja,
supaya kalo jadi pengikutnya lo bakal kecipratan hal yang sama. Cari kalo bener
tuhan yang kayak gitu real.
“Sebab Aku menyukai
kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah,
lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hosea 6:6)
Mengacu ke ayat itu, kalo kita
fokusnya adalah relasi, bukan aktivitasnya, maka bukan masalah berapa kali kita
berdoa dalam sehari, berapa lama durasi berdoa kita, atau seberapa banyak atau
seberapa bagus kata-kata yang kita ucapin ketika berdoa ke Tuhan, tapi apakah
kita ngomong ke Dia pake perasaan, pake hati yang bener-bener sungguh-sungguh
mencari Tuhan dan terbuka menanti Dia. Bukan masalah berapa kali kita baca
Alkitab bolak-balik Kejadian sampe Wahyu, atau berapa lama durasi yang kita
kasih untuk baca Alkitab dalam sehari. Tapi apakah kita membaca firmanNya
dengan hati dan pikiran yang terbuka dan kerendahan hati untuk ditegur Dia,
diarahin sama Dia, menerima pengajaran-pengajaran baru yang Dia ingin
sampaikan, dan seberapa besar komitmen yang akan kita ambil untuk
mewujudnyatakan firmanNya dalam hidup kita habis itu. Bukan masalah berapa
banyak pelayanan yang kita ambil di persekutuan umat Kristen yang kita ikutin,
atau seberapa banyak waktu, energi, dan duit yang kita keluarin untuk kerjain
pelayanan untuk Dia, tapi apakah bener-bener ketika kita melayani Dia kita
melayani dengan hati yang penuh rasa syukur karena Dia udah bersedia pake kita yang
gak layak ini untuk misi kemuliaanNya, dengan kerendahan hati untuk
mempersembahan seluruh pelayanan untuk Dia seorang dan gak berharap pujian dan
apresiasi dari manusia. Sekali lagi, menjadi seorang Kristen bukan tentang apa
yang harus kita lakuin, atau pribadi seperti apa yang harus jadi standar untuk
kita sesuaikan sebagai human being,
tapi semata-mata tentang membangun relasi yang intim dan intens dengan Kristus.
Kalo itu udah bisa dilaksanakan, percaya lah semua nilai-nilai humanis yang
berumber dari kasih yang tulus, kerja keras pantang menyerah, integritas, dan
lainnya akan menyusul sebagai buah dari pengenalan kita akan Kristus.
Being a christian is not merely being a good human, but it is more
about loving completely, and learning wholeheartedly from the best human ever
lived, which is Christ Himself.
Menjadi seorang Kristen
seharusnya bukan malah membangun sekat-sekat dengan orang-orang non Kristen
lainnya, tapi dengan kasih Kristus yang mencintai seluruh manusia tanpa
memandang kulit seharusnya kita justru bisa membuka hati untuk mengasihi dan
berelasi dengan terbuka dengan mereka. Menjadi seorang Kristen seharusnya bukan
malah merasa dikontrol sama agama, tapi dengan pengenalan dan kecintaan akan
Yesus yang sedemikian rupa ngebuat kita sadar bahwa hidup dalam rules yang Tuhan ciptakan, dan hidup
dalam rencana yang Dia buat sedari awal untuk hidup kita adalah cara dan jalan
hidup terbaik yang kita akan pernah miliki di dunia ini. Kekristenan seharusnya
bukan malah menciptakan masalah, tapi justru menjadi solusi dari permasalahan.
Selamat menjadi orang Kristen
yang sebenarnya, Tuhan memberkati~
Comments
Post a Comment